Dina dan om Dodi

22 06 2009

Sore itu om Dodi menelpon aku. Aku bingung karena aku gak kenal no hp yang keluar di layar hp ku. Pertama tidak kuangkat dan kuputuskan panggilannya. Tapi rupanya dia gak patah semangat. Kuputus sekali dia menilpunku lagi. Yang kedua ini kuangkat, karena menurut pertimbanganku kalo dah diputus nelpon lagi mungkin ada hal penting yang mau disampaikan kepadaku.

Baca entri selengkapnya »





Tante butuh sex pelampiasan

19 06 2009
Aku menikah pada usia sangat belia, yakni 22 tahun. Aku tak sempat melanjutkan kuliah, karena aku pada usia tersebut sudah dinikahkan oleh orang tua, karena ayah memiliki hutang judi yang banyak dengan seorang laki-laki playboy “kampungan”. Aku menikah dengan sang playboy, usianya sangat renta sekali, 65 tahun pada saat aku dinikahinya. Setahun aku hidup sekasur dengan dia, selama itu pula aku tidak pernah merasakan apa yang dinamakan nikmat seksual.




Antara Aku Dan Tante Lina

9 06 2009
Namaku Andi, umurku 30 tahun dengan tinggi badan 185 cm dan berat badan 82 kg. Aku kini bekerja sebagai supervisor di salah satu perusahaan di Medan. Aku lebih menyukai wanita setengah baya.  Aku ingin menceritakan kisah nyata dengan tanteku sendiri, Tante Lina. Cerita yang dituangkan di sini adalah kisah nyata dan bagi yang kebetulan merasa sama nama atau kisahnya mohon dimaafkan itu hanyalah kebetulan.

*****

Kejadian ini terjadi sekitar 6 tahun yang lalu, waktu itu aku masih berusia 24 tahun. Aku mempunyai seorang tante bernama Lina yang umurnya waktu itu 36 tahun. Tante Lina adalah adik dari Mamaku. Tante Lina sudah menjanda selama lima tahun. Dari perkawinan dia dengan almarhum suaminya tidak di karunia anak. Tante Lina sendiri melanjutkan usaha peninggalan dari almarhum suaminya. Dia tinggal di salah satu perumahan yang tidak jauh dari rumahku. Dia tinggal dengan seorang pembantunya, Mbak Sumi. Tante Lina ini orangnya menurutku seksi sekali. Payudaranya besar bulat dengan ukuran 36C, sedangkan tingginya sekitar 175 cm dengan kaki langsing seperti peragawati dan perutnya rata soalnya dia belum punya anak. Hal ini membuatku sering ke rumahnya dan betah berlama-lama kalau sedang ada waktu.

Dan sehari-harinya aku cuma mengobrol dengan tante Lina yang seksi ini dan dia itu orangnya supel benar tidak canggung cerita-cerita denganku. Dari cerita tante Lina bisa aku tebak bahwa dia itu orangnya kesepian sekali semenjak suaminya meninggal. Maka aku berupaya menemaninya dan sekalian ingin melihat tubuhnya yang seksi. Setiap kali aku melihat tubuhnya yang seksi, aku selalu terangsang dan aku lampiaskan dengan onani sambil membayangkan tubuhnya. Kadangkala timbul pikiran kotorku ingin bersetubuh dengannya tapi aku tidak berani berbuat macam-macam terhadap dia, aku takut nanti dia akan marah dan melaporkan ke orang tuaku.

Hari demi hari keinginanku untuk bisa mendapatkan tante Lina semakin kuat saja. Kadang-kadang kupergoki tante Lina saat habis mandi, dia hanya memakai lilitan handuk saja. Melihatnya jantungku deg-degan rasanya, ingin segera membuka handuknya dan melahap habis tubuh seksinya itu. Kadang-kadang juga dia sering memanggilku ke kamarnya untuk mengancingkan bajunya dari belakang. Benar-benar memancing gairahku.

Sampai pada hari itu tepatnya malam minggu, aku sedang malas keluar bersama teman-teman dan aku pun pergi ke rumah Tante Lina. Sesampai di rumahnya, tante Lina baru akan bersiap makan dan sedang duduk di ruang tamu sambil membaca majalah. Kami pun saling bercerita, tiba-tiba hujan turun deras sekali dan Tante Lina memintaku menginap saja di rumahnya malam ini dan memintaku memberitahu orang tuaku bahwa aku akan menginap di rumahnya berhubung hujan deras sekali.

“Di, tante mau tidur dulu ya, udah ngantuk, kamu udah ngantuk belum?”, katanya sambil menguap.

“Belum tante”, jawabku.

“Oh ya tante, Andi boleh pakai komputernya nggak, mau cek email bentar”, tanyaku.

“Boleh, pakai aja” jawabnya lalu dia menuju ke kamarnya.

Lalu aku memakai komputer di ruang kerjanya dan mengakses situs porno. Dan terus terang tanpa sadar kukeluarkan kemaluanku yang sudah tegang sambil melihat gambar wanita setengah baya bugil. Kemudian kuelus-elus batang kemaluanku sampai tegang sekali berukuran sekitar 15 cm karena aku sudah terangsang sekali. Tanpa kusadari, tahu-tahu tante Lina masuk menyelonong begitu saja tanpa mengetuk pintu. Saking kagetnya aku tidak sempat lagi menutup batang kemaluanku yang sedang tegang itu. Tante Lina sempat terbelalak melihat batang kemaluanku yang sedang tegang hingga langsung saja dia bertanya sambil tersenyum manis.

“Hayyoo lagi ngapain kamu, Di?” tanyanya.

“Aah, nggak apa-apa tante lagi cek email” jawabku sekenanya.

Tapi tante Lina sepertinya sadar kalau aku saat itu sedang mengelus-elus batang kemaluanku.

“Ada apa sih tante?” tanyaku.

“Aah nggak, tante cuma pengen ajak kamu temenin tante nonton di kamar” jawabnya.

“Oh ya sudah, nanti saya nyusul ya tante” jawabku.

“Tapi jangan lama-lama yah” kata Tante Lina lagi.

Setelah itu aku berupaya meredam ketegangan batang kemaluanku, lalu aku beranjak menuju ke kamar tante dan menemani tante Lina nonton film horor yang kebetulan juga banyak mengumbar adegan-adegan syur.

Melihat film itu langsung saja aku menjadi salah tingkah, soalnya batang kemaluanku langsung saja bangkit lagi. Malah Tante Lina sudah memakai baju tidur yang tipis dan gilanya dia tidak memakai bra karena aku bisa melihat puting susunya yang agak mancung ke depan. Gairahku memuncak melihat pemandangan seperti itu, tapi apa boleh buat aku tidak berani berbuat macam-macam. Batang kemaluanku semakin tegang saja sehingga aku terpaksa bergerak-gerak sedikit guna membetulkan posisinya yang miring. Melihat gerakan-gerakan itu tante Lina rupanya langsung menyadari sambil tersenyum ke arahku.

“Lagi ngapain sih kamu, Di?” tanyanya sambil tersenyum.

“Ah nggak apa-apa kok, tante” jawabku malu.

Sementara itu tante Lina mendekatiku sehingga jarak kami semakin dekat di atas ranjang.

“Kamu terangsang yah, Di, lihat film ini?”

“Ah nggak tante, biasa aja” jawabku mencoba mengendalikan diri.

Bisa kulihat payudaranya yang besar menantang di sisiku, ingin rasanya kuhisap-hisap sambil kugigit putingnya. Tapi rupanya hal ini tidak dirasakan olehku saja, Tante Lina pun rupanya sudah agak terangsang sehingga dia mencoba mengambil serangan terlebih dahulu.

“Menurut kamu tante seksi nggak, Di?” tanyanya.

“Wah seksi sekali tante” kataku.

“Seksi mana sama yang di film itu?” tanyanya lagi sambil membusungkan payudaranya sehingga terlihat semakin membesar.

“Wah seksi tante dong, abis bodynya tante bagus sih” kataku.

“Ah masa sih?” tanyanya.

“Iya benar tante, swear..” kataku.

Jarak kami semakin merapat karena tante Lina terus mendekatkan tubuhnya padaku, lalu dia bertanya lagi padaku..

“Kamu mau nggak kalo diajak begituan sama tante”.

“Mmaauu tante..”

Ah, seperti ketiban durian runtuh, kesempatan ini tentu tidak aku sia-siakan, langsung saja aku memberanikan diri untuk mencoba mendekatkan diri pada tante Lina.

“Wahh barang kamu lumayan juga, Di” katanya.

“Ah tante bisa aja.. Tante kok kelihatannya makin lama makin seksi aja sih.. Sampe saya gemes deh ngeliatnya..” kataku.

“Ah nakal kamu yah, Di” jawabnya sambil meletakkan tangannya di atas kemaluanku.

“Waahh jangan dipegangin terus tante, ntar bisa tambah gede loh” kataku.

“Ah yang benar nih?” tanyanya.

“Iya tante.. Ehh.. Ehh aku boleh pegang itu nggak tante?” kataku sambil menunjuk ke arah payudaranya yang besar itu.

“Ah boleh aja kalo kamu mau” jawabnya.

Wah kesempatan besar, tapi aku agak sedikit takut, takut dia marah tapi tangan si tante sekarang malah sudah mengelus-elus kemaluanku sehingga aku memberanikan diri untuk mengelus payudaranya.

“Ahh.. Arghh enak Di.. Kamu nakal ya” kata tante sembari tersenyum manis ke arahku, spontan saja kulepas tanganku.

“Loh kok dilepas sih Di?” tanyanya.

“Ah takut tante marah” kataku.

“Oohh nggak lah, Di.. Kemari deh”.

Tanganku digenggam tante Lina, kemudian diletakkan kembali di payudaranya sehingga aku pun semakin berani meremas-remas payudaranya.

“Aarrhh.. Sshh” rintihnya hingga semakin membuatku penasaran.

Lalu aku pun mencoba mencium tante Lina, sungguh di luar dugaanku, Tante Lina menyambut ciumanku dengan beringas. Kami pun lalu berciuman dengan nafsu sekali sambil tanganku bergerilya di payudaranya yang sekal sekali itu.

“Ahh kamu memang hebat Di.. Terusin Dii.. Malam ini kamu mesti memberikan kepuasan sama tante yah.. Arhh.. Arrhh”.

“Tante, aku boleh buka baju tante nggak?” tanyaku.

“Oohh silakan Di”, sambutnya.

Dengan cepat kubuka bajunya sehingga payudaranya yang besar dengan puting yang kecoklatan sudah berada di depan mataku, langsung saja aku menjilat-jilat payudaranya yang memang aku kagumi itu.

“Arrgghh.. Arrgghh..” lagi-lagi tante mengerang-erang keenakan.

“Teruuss.. Teerruuss Di.. Ahh enak sekali..”

Lama aku menjilati putingnya sehingga tanpa kusadari batang kemaluanku juga sudah mulai mengeluarkan cairan bening pelumas di atas kepalanya. Lalu sekilas kulihat tangan Tante Lina sedang mengelus-elus bagian klitorisnya sehingga tanganku pun kuarahkan ke arah bagian celananya untuk kulepaskan.

“Aahh buka saja Di.. Ahh”

Nafas Tante Lina terengah-engah menahan nafsu. Seperti kesetanan aku langsung membuka CD-nya dan lalu kuciumi. Sekarang Tante Lina sudah bugil total. Kulihat liang kemaluannya yang penuh dengan bulu. Lalu dengan pelan-pelan kumasukkan jariku untuk menerobos liang kemaluannya yang sudah basah itu.

“Arrhh.. Sshh.. Enak Di.. Enak sekali” jeritnya.

Setelah puas jariku bergerilya lalu kudekatkan mukaku ke liang kemaluannya untuk menjilati bibir kemaluannya yang licin dan mengkilap itu. Lalu dengan nafsu kujilati liang kemaluannya dengan lidahku turun naik seperti mengecat saja. Tante Lina semakin kelabakan hingga dia menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sambil meremas payudaranya.

“Aah.. Sshh tante udaahh nggaakk tahaann laaggii.. Tante udaahh maauu kkeeluuaarr.. Ohh”, dengan semakin cepat kujilati klitorisnya dan jariku kucobloskan ke liang kemaluannya yang semakin basah.

Beberapa saat kemudian tubuhnya bergerak dengan liar sepertinya akan orgasme. Lalu kupercepat jilatanku dan tusukan jariku sehingga dia merasa keenakkan sekali lalu dia menjerit..

“Oohh.. Aarrhh.. Tante udah keeluuaarr Dii.. Ahh” sambil menjerit kecil pantatnya digoyang-goyangkan dan lidahku masih terus menjilati bagian bibir kemaluannya sehingga cairan orgasmenya kujilati sampai habis.

Kemudian tubuhnya tenang seperti lemas sekali.

“Wah ternyata kamu hebat sekali, tante sudah lama tidak merasakan kepuasan ini loh..” ujarnya sambil mencium bibirku sehingga cairan liang kemaluannya di bibirku ikut belepotan ke bibir Tante Lina.

Sementara itu batang kemaluanku yang masih tegang di elus-elus oleh tante Lina dan aku pun masih memilin-milin puting tante yang sudah semakin keras itu.

“Aahh..” desahnya sambil terus mencumbu bibirku.

“Sekarang giliran tante.. Tante akan buat kamu merasakan nikmatnya tubuh tante”.

Tangan tante Lina segera menggerayangi batang kemaluanku lalu digenggamnnya batang kemaluanku dengan erat sehingga agak terasa sakit tapi kudiamkan saja karena terasa enak juga diremas-remas oleh tangan tante Lina. Lalu aku juga tidak mau kalah, tanganku juga terus meremas-remas payudaranya yang indah itu. Rupanya tante Lina mulai terangsang kembali ketika tanganku meremas-remas payudaranya dengan sesekali kujilati putingnya yang sudah tegang itu, seakan-akan seperti orang kelaparan, kukulum terus puting susunya sehingga tante Lina menjadi semakin blingsatan.

“Aahh kamu suka sekali sama dada tante yah, Di?”

“Iya Tante abis tetek tante bentuknya sangat merangsang sih.. Terus besar tapi masih tetap kencang..”

“Aahh kamu memang pandai muji orang, Di..”

Sementara itu tangannya masih terus membelai batang kemaluanku yang kepalanya sudah berwarna kemerahan tetapi tidak dikocok hanya dielus-elus. Lalu tante Lina mulai menciumi dadaku terus turun ke arah selangkanganku sehingga aku pun mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa sampai akhirnya Tante Lina berjongok di bawah ranjang dengan kepala mendekati batang kemaluanku. Sedetik kemudian dia mulai mengecup kepala batang kemaluanku yang telah mengeluarkan cairan bening pelumas dan merata tersebut ke seluruh kepala batang kemaluanku dengan lidahnya.

Aku benar-benar merasakan nikmatnya service yang diberikan oleh Tante Lina. Lalu dia mulai membuka mulutnya dan lalu memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya sambil menghisap-hisap dan menjilati seluruh bagian batang kemaluanku sehingga basah oleh ludahnya. Selang beberapa menit setelah tante melakukan hisapannya, aku mulai merasakan desiran-desiran kenikmatan menjalar di seluruh batang kemaluanku lalu kuangkat Tante Lina kemudian kudorong perlahan sehingga dia telentang di atas ranjang. Dengan penuh nafsu kuangkat kakinya sehingga dia mengangkang tepat di depanku.

“Aahh Di, ayolah masukin batang kemaluan kamu ke tante yah.. Tante udah nggak sabar mau ngerasain memek tante disodok-sodok sama batangan kamu itu”.

“Iiyaa tante” kataku.

Lalu aku mulai membimbing batang kemaluanku ke arah lubang kemaluannya tapi aku tidak langsung memasukkannya tapi aku gesek-gesekan terlebih dulu ke bibir kemaluannya sehingga tante Lina lagi-lagi menjerit keenakan..

“Aahh.. Aahh.. Ayolah Di, jangan tanggung-tanggung masukiinn..”

Lalu aku mendorong masuk batang kemaluanku. Uh, agak sempit rupanya lubang kemaluannya sehingga agak sulit memasukkan batang kemaluanku yang sudah tegang sekali itu.

“Aahh.. Sshh.. Oohh pelan-pelan Di.. Teruss-teruuss.. Aahh”

Aku mulai mendorong kepala batang kemaluanku ke dalam liang kemaluan Tante Lina sehingga dia merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika batang kemaluanku sudah masuk semuanya. Kemudian batang kemaluanku mulai kupompakan dengan perlahan tapi dengan gerakan memutar sehingga pantat Tante Lina juga ikut-ikutan bergoyang. Rasanya nikmat sekali karena goyangan pantat tante Lina menjadikan batang kemaluanku seperti dipilin-pilin oleh dinding liang kemaluannya yang seret itu dan rasanya seperti empotan ayam.

Sementara itu aku terus menjilati puting dan menjilati leher yang dibasahi keringatnya. Sementara itu tangan Tante Lina mendekap pantatku keras-keras sehingga kocokan yang kuberikan semakin cepat lagi.

“Oohh.. Sshh.. Di.. Enak sekali.. Oohh.. Ohh..” mendengar rintihannya aku semakin bernafsu untuk segera menyelesaikan permainan ini.

“Aahh.. Cepat Di, tante mau keluuaarr.. Aahh”

Tubuh tante Lina kembali bergerak liar sehingga pantatnya ikut-ikutan naik. Rupanya dia kembali orgasme, bisa kurasakan cairan hangat menyiram kepala batang kemaluanku yang sedang merojok-rojok liang kemaluannya.

“Aahh.. Sshh.. Sshh”, desahnya, lalu tubuhnya kembali tenang menikmati sisa-sisa orgasmenya.

“Wahh kamu memang hebaat Di.. Tante sampe keok dua kali sedangkan kamu masih tegar”

“Iiyaa tante.. Bentar lagi juga Andi keluar nih..” ujarku sambil terus menyodok liang kemaluannya yang berdenyut-denyut itu.

“Aahh enak sekali tante.. Aahh..”

“Terusin Di.. Terus.. Aahh.. Sshh” erangan tante Lina membuatku semakin kuat merojok-rojok batang kemaluanku dalam liang kemaluannya.

“Aauuhh pelan-pelan Di, aahh.. Sshh”

“Aduh tante bentar lagi aku udah mau keluar nih..” kataku.

“Aahh.. Di.. Keluarin di dalam aja yah.. Aahh.. Tante mau ngerasain.. Ahh.. Shh.. Mau rasain siraman hangat peju kamu..”

“Iiyyaa.. Tante..”

Lalu aku mengangkat kaki kanan tante sehingga posisi liang kemaluannya lebih menjepit batang kemaluanku.

“Aahh.. Oohh.. Aahh.. Sshh.. Tante, Andi mau keluar nih.. Ahh” lalu aku memeluk tante Lina sambil meremas-remas payudaranya.

Sementara itu, tante Lina memelukku kuat-kuat sambil menggoyang-goyangkan pantatnya.

“Aahh tante juga mau keluar lagi aahh.. Sshh..” lalu dengan sekuat tenaga kurojok liang kemaluannya sehingga kumpulan air maniku yang sudah tertahan menyembur dengan dahsyat.

Seerr.. Seerr.. Croott.. Croott..

“Aahh enak sekali tante.. Aahh.. Ahh..”

Selama dua menitan aku masih menggumuli tubuh Tante Lina untuk menuntaskan semprotan maniku itu. Lalu Tante Lina menbelai-belai rambutku.

“Ah kamu ternyata seorang jagoan, Di..”

Setelah itu dia mencabut batang kemaluanku dari liang kemaluannya kemudian dimasukkan kembali ke dalam mulutnya untuk dijilati oleh lidahnya. Ah, ngilu rasanya batang kemaluanku dihisap olehnya. Dan kemudian kami berdua pun tidur saling berpelukan. Malam itu kami melakukannya sampai tiga kali.

Setelah kejadian itu kami sering melakukan hubungan seks yang kadang-kadang meniru gaya-gaya dari film porno. Hubungan kami pun berjalan selama dua tahun dan akhirnya diketahui oleh orang tuaku. Karena merasa malu, Tante Lina pun pindah ke Jakarta dan menjalankan usahanya di sana. Aku benar-benar sangat kehilangan Tante Lina dan semenjak kepindahannya, tante Lina tidak pernah menghubungiku lagi.

*****

E N D





Maling pemerkosa

5 06 2009
Tiba-tiba sebuah suara keras membangunkan kami di tengah malam. Fatimah istriku memeluk lenganku saking ketakutannya. Suara itu datang dari arah dapur. Sepertinya kaca yang jatuh berantakan. Naluriku mengatakan ada hal yang tak beres ada di dalam rumah ini. Aku bangun dan menyalakan lampu. Istriku berusaha menahan aku. Dengan hati-hati aku bangun dan membuka pintu dan melangkah ke dapur.

Aku kaget dengan ketakutan yang amat saat muncul sosok asing di bawah jendela dapurku. Nampak di lantai kaca jendela pecah berserakan. Pasti dia ini maling yang hendak mencuri di rumah kami. Sama-sama kaget dengan gesitnya pencuri ini berdiri dan melangkah pendek menyambar pisau dapur kami yang tidak jauh dari tempatnya. Orang ini lebih gede dari aku. Dengan rambut dan jambangnya yang nggak bercukur nampak begitu sangar. Dengan pakaiannya yang T. Shirt gelap dan celana jean bolong-bolong dia menyeringai mengancam aku dengan pisau dapur itu.

Aku memang lelaki yang nggak pernah tahu bagaimana berkelahi. Melihat ulah maling ini langsung nyaliku putus. Dengan gemetar yang sangat aku berlari kembali ke kamar tidurku dan menutup pintunya. Namun kalah cepat dengan maling itu. Aku berusaha keras menekan untuk mengunci sebaliknya maling itu terus mendorong dengan kuatnya. Istriku histeris berteriak-teriak ketakutan,

“Ada apa Maass.. Toloonngg.. Tolongg..”

Namun teriakan itu pasti sia-sia. Rumah kami adalah rumah baru di perumahan yang belum banyak penghuninya. Tetangga terdekat kami adalah Pak RT yang jaraknya sekitar 30 rumah kosong, yang belum berpenghuni, dari rumah kami. Sementara di arah yang berbeda adalah bentangan kali dan sawah yang luas berpetak-petak. Sejak pernikahan kami 2 tahun yang lalu, inilah rumah kredit kami yang baru kami tinggali selama 2 bulan ini.

Upaya tarik dan dorong pintu itu dengan pasti dimenangkan oleh si maling. Aku terdepak jatuh ke lantai dan maling itu dengan leluasa memasuki kamar tidur kami. Dia mengacung-acungkan pisau dapur ke isteriku agar tidak berteriak-teriak sambil mengancam hendak memotong leherku. Istriku seketika ‘klakep’ sepi. Sambil menodongkan pisau ke leherku dengan kasar aku diraihnya dengan menarik bajuku keluar dari kamar. Matanya nampak menyapu ruangan keluarga dan menarikku mendekat ke lemari perabot. Pasti di nyari-nyari benda berharga yang kami simpan.

Dia menemukan lakban di tumpukkan macam-macam peralatan. Dengan setengah membanting dia mendorong aku agar duduk di lantai. Dia me-lakban tangan dan kakiku kemudian mulutku hingga aku benar-benar bungkem. Dalam keadaan tak berkutik aku ditariknya kembali ke kamar tidurku. Istriku kembali berteriak sambil menangis histeris. Namun itu hanya sesaat.

Maling ini sungguh berpengalaman dan berdarah dingin. Dia hanya bilang,

“Diam nyonya cantiikk.. Jangan membuat aku kalap lhoo..” kembali istriku ‘klakep’ dan sepi.

Nampak maling itu menyapukan pandangannya ke kamar tidurku. Dia melihati jendela, lemari, tempat tidur, rak kaset dan pesawat radio di kamarku. Dia sepertinya berpikir. Semuanya kusaksikan dalam kelumpuhan dan kebisuanku karena lakban yang mengikat kaki tanganku dan membungkam rapat mulutku.

Tiba-tiba maling itu mendekati Fatimah istriku yang gemetar menggulung tubuhnya di pojok ranjang karena shock dan histeris dengan peristiwa yang sedang terjadi. Dengan lakbannya dia langsung bekap mulutnya dan direbahkannya tubuhnya di ranjang. Aku tak kuasa apa-apa hanya mampu tergolek dan berkedip-kedip di lantai. Aku melihat bagaimana sorot mata ketakutan pada wajah Fatimah istriku itu.

Ternyata maling itu merentangkan tangan istriku dan mengikatnya terpisah di kanan kiri kisi-kisi ranjang kayu kami. Demikian pula pada kakinya. Dia rentangkan dan ikat pada kaki-kaki ranjang. Dan akhirnya yang terjadi adalah aku yang tergolek lumpuh di lantai sementara Fatimah istriku telentang dan terikat di ranjang pengantin kami.

Perasaanku sungguh tidak enak. Aku khawatir maling ini berbuat diluar batas. Melihat sosoknya, nampak dia ini orang kasar. Tubuhnya nampak tegar dengan otot-ototnya yang membayang dari T. Shirt dekilnya. Aku taksir tingginya ada sekitar 180 cm. Aku melihati matanya yang melotot sambil menghardik,

“Diam nyonya cantiikk..” saat melihat istriku yang memang nampak sangat seksi dengan pakaian tidurnya yang serba mini karena udara panas di kamar kami yang sempit ini.

“Aku mau makan dulu ya sayaang.. Jangan macam-macam”.

Dia nyelonong keluar menuju dapur. Dasar maling nggak bermodal. Dia ngancam pakai pisauku, ngikat pakai lakbanku sekarang makan makananku.

Nampak istriku berontak melepaskan diri dengan sia-sia. Sesekali nampak matanya cemas dan ketakutan memandang aku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan maksud melarangnya bergerak banyak. Hemat tenaga.

Sesudah makan maling itu gelatakan membukai berbagai lemari dan laci-laci di rumah. Dia nggak akan dapatkan apa-apa karena memang kami nggak punya apa- apa. Aku bayangkan betapa wajahnya akan kecewa karena kecele. Kudengar suara gerutu. Nampaknya dia marah.

Dengan menendang pintu dia kembali masuk kamar tidur kami. Membuka lemari pakaian dan mengaduk-adukkannya. Dilempar-lemparkannya isi lemari hingga lantai penuh berserakan. Dia buka kotak perhiasan istriku. Dibuang-buangnya perhiasan imitasi istriku.

Karena tak mendapatkan apa yang dicari maling mengalihkan sasaran kekecewaan. Dia pandangi istriku yang telentang dalam ikatan di ranjang. Dia mendekat sambil menghardik,

“Mana uang, manaa..? Dasar miskin yaa..? Kamu umpetin dimana..?”

Tangannya yang mengkilat berotot bergerak meraih baju tidur istriku kemudian menariknya dengan keras hingga robek dan putus kancing-kancingnya. Dan yang kemudian nampak terpampang adalah bukit kembar yang begitu indah. Payudara Fatimah yang sangat ranum dan padat yang memang selalu tanpa BH setiap waktu tidur. Nampak sekali wajah maling itu terkesima.

Kini aku benar-benar sangat takut. Segala kemungkinan bisa terjadi. Aku saksikan adanya perubahan raut mukanya. Sesudah tidak mendapatkan uang atau benda berharga dia jadi penasaran. Dia merasa berhak mendapat pengganti yang setimpal. Maling itu lebih mendekat lagi ke Fatimah dan dengan terus memandangi buah dadanya yang sangat sensual itu. Pelan-pelan dia duduk ditepian ranjang.

“Dimana kamu simpan uangmu nyonya cantiikk..?” sambil tangan turun menyentuh tubuh Fatimah yang sama sekali tak bisa menolak karena kaki dan tangannya terikat lakban itu.

Dan tangan itu mulai mengelusi dekat Payudaranya.

Ampuunn.. Kulihat bagaimana mata Fatimah demikian paniknya. Dia merem memejamkan matanya sambil memperdengarkan suara dari hidungnya,

“Hheehh.. Hheehh.. Heehh..”.

Istriku mengeluarkan air mata dan menangis, menggeleng-geleng kepalanya sambil mengeluarkan dengus dari hidungnya.

Dan sentuhan maling itu tidak berhenti di tempat. Air mata istriku merangsang dia semakin brutal. Tangan-tangannya dengan tanpa ragu mengelus-elus dan kemudian meremas-remas buah dada Fatimah serta bagian tubuh sensitive lainnya. Hal ini benar-benar membuat darahku menggelegak marah. Aku harus berbuat sesuatu yang bisa menghentikan semua ini apapun risikonya. Yang kemudian bisa kulakukan adalah menggerakkan kakiku yang terikat, menekuk dan kemudian menendangkan ke tepian ranjangku. Maling itu terkaget namun sama sekali tidak bergeming.

“Hey, brengsek. Mau ngapain kamu. Jangan macam-macam. Jangan ganggu istrimu yang sedang menikmati pijitanku,”dia menghardik aku.

Dan aku memang langsung putus asa. Aku tak mungkin berbuat apa-apa lagi. Kini hanya batinku yang meratapi kejadian ini.

Dan yang terjadi berikutnya adalah sesuatu yang benar-benar mengerikan. Maling itu menarik robek seluruh busana tidur istriku. Dia benar-benar membuat Fatimah telanjang kecuali celana dalamnya. Lantas dia rebah merapatkan tubuhnya disampingnya. Istriku nampak bak rusa rubuh dalam terkaman serigala. Dan kini pemangsanya mendekat untuk mencabik-cabik untuk menikmati tubuhnya.

Dari matanya mengalir air mata dukanya. Dia tak mampu berbuat apa-apa lagi. Dalam setengah telanjangnya aku kian menyadari betapa cantiknya Fatimah istriku ini. Dia tunjukkan betapa bagian-bagian tubuhnya menampilkan sensualitas yang pasti menyilaukan setiap lelaki yang memandangnya. Rambutnya yang mawut terurai, pertemuan lengan dan bahu melahirkan lembah ketiak yang bisa menggoyahkan iman para lelaki.

Payudaranya yang membusung ranum dengan pentilnya yang merah ungu sebesar ujung jari kelingking sangat menantang. Perut dengan pinggulnya yang.. Uuhh.. Begitu dahsyat mempesona syahwat. Aku sendiri terheran bagaimana aku bisa menyunting dewi secantik ini.

Dan kini maling brutal itu menenggelamkan mukanya ke dadanya. Dia menciumi dan menyusu payudaranya seperti bayi. Dia mengenyoti pentil istriku yang nampaknya berusaha berontak dengan menggeliat-geliatkan tubuhnya yang dipastikan sia-sia. Dengan semakin beringas nafsu nyolongnya kini berubah menjadi nafsu binatang yang dipenuhi birahi.

Dengan gampang dia menjelajahkan moncongnya ke sekujur tubuh Fatimah. Dia merangsek menjilat-jilat dan menciumi ketiak istriku yang sangat sensual itu. Inilah pesta besarnya. Dia mungkin tak pernah membayangkan akan mencicipi nikmat tidur dengan perempuan secantik Fatimah istriku ini.

Menjarah dengan kenyotan, jilatan dan ciumannya maling ini merangsek ke tepian pinggul Fatimah dan kemudian naik ke perutnya. Dengan berdengus-dengus dan nafasnya yang memburu dia menjilati puser Fatimah sambil tangannya gerayangan ke segala arah meremas dan nampak terkadang sedikit mencakar menyalurkan gelegak nafsu birahinya.

Perlawanan istriku sudah sangat melemah. Yang terdengar hanyalah gumam dengus mulut tersumpal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai ungkapan penolakannya. Mungkin ketakutan serta kelelahannya membuat stamina-nya ‘down’ dan lumpuh. Sementara sang maling terus melumati perut dan menjilat-jilat bagian-bagian sensual tubuhnya.

Kebringasan serta kebrutalan hasrat syahwat maling ini semakin meroket ke puncak. Jelas akan memperkosa istriku di depan aku suaminya. Dia bangun dari ranjang dan dengan cepat melepasi T.Shirt serta celana dekilnya. Dia menelanjangi dirinya. Aku terkesima. Maling itu memiliki postur tubuh yang sangat atletis dan menawan menurut ukuran tampilan tubuh lelaki. Dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman berkilat karena keringatnya nampak dadanya, otot lengannya perutnya begitu kencang seperti pelaku binaraga. Tungkai kakinya, paha dan betisnya sungguh serasi banget.

Yang membuat aku terperangah adalah kemaluannya. Kontol maling itu begitu mempesona. Muncul dari rimbun jembutnya kontol itu tegak ngaceng dengan bonggol kepalanya yang juga berkilatan karena kerasnya tekanan darah syahwatnya yang mendesakinya. Besar dan panjangnya di atas rata-rata kemaluan orang Asia dan nampak sangat serasi dalam warna hitaman pada awalnya kemudian sedikit belang kecoklatan pada leher dan ujungnya. Lubang kencingnya muncul dari belahan bonggol yang mekar menantang.

Kesan kekumuhan awal yang kutemui dari rambut dan jambang yang tak cukur serta pakaiannya yang dekil langsung musnah begitu lelaki maling ini telanjang. Dia nampak sangat jantan macam jagoan.

Dalam ketakutan dan panik istriku Fatimah melihat saat maling itu bangun dan dengan cepat melepasi pakaiannya. Begitu lelaki maling itu benar-benar telanjang aku melihat perubahan pada wajah dan mata istriku. Wajah dan pandangannya nampak terpana. Yang belumnya layu dan kuyu kini beringas dengan mata yang membelalak. Mungkin karena ketakutannya yang semakin jadi atau karena adanya ’surprise’ yang tampil dari sosok lelaki telanjang yang kini ada bersamanya diranjangnya. Anehnya pandangannya itu tak dilepaskannya hingga ekor matanya mengikuti kemanapun lelaki maling itu bergerak.

Walaupun aku tak berani menyimpulkan secara pasti, menurut pendapatku wajah macam itu adalah wajah yang diterpa hasrat birahi. Adakah birahi Fatimah bangkit dan berhasrat pada lelaki maling yang dengan brutal telah mengikat dan menelanjangi tubuhnya di depan suaminya itu. Ataukah ’surprise’ yang disuguhkan lelaki itu telah membalik 180 derajat dari takut, marah dan benci menjadi dorongan syahwat yang dahsyat yang melanda seluruh sanubarinya? Ahh.. Aku dirasuki cemburu buta. Aku sering mendengar perempuan yang jatuh cinta dengan penculiknya.

Lelaki maling turun dari ranjang dan merangkak di depan arah kaki Fatimah yang terikat. Dia meraih kaki Fatimah yang terikat dan mulai dengan menjilatinya. Lidahnya menyapu ujung-ujung jari kaki istriku kemudian mengulumnya.

Aku menyaksikan kaki Fatimah yang seakan disengat listrik ribuan watt. Kaget meronta dan meregang-regang. Aku tidak pasti. Apakah itu gerak kaki untuk berontak atau menahan kegelian syahwat. Sementara lelaki maling itu terus menyerang dengan jilatan-jilatannya di telapaknya. Demikian dia melakukan pada kedua tungkai kaki istriku untuk mengawali lumatan dan jialatan selanjutnya menuju puncak nikmat syahwatnya.

Dengan caranya maling itu memang sengaja menjatuhkan martabatku sebagai suami Fatimah.

“Mas, istrimu enak banget loh. Boleh aku entot ya? Boleh.. Ha ha. Aku entot istrimu yaa..”

Dan aku disini yang tergolek macam batang pisang tak berdaya hanya mampu menerawang dan menelan ludah.

Namun ada yang mulai merambati dan merasuk ke dalam sanubariku. Aku ingin tahu, macam apa wajah Fatimah saat kontol maling itu nanti menembusi kemaluannya. Dan keinginan tahuku itu ternyata mulai merangsang syahwat birahiku. Dalam tergolek sambil mata tak lepas memandangi ulah lelaki maling telanjang yang melata bak kadal komodo di atas tubuh pasrah istriku yang jelita kontolku jadi menegang. Aku ngaceng.

Kusaksikan betapa maling itu merangsek ke selangkangan istriku. Dia menciumi dan menyedoti paha Fatimah serta meninggalkan merah cupang di setiap rambahannya. Namun yang membuat jantungku berdegup kencang adalah geliat-geliat tubuh istriku yang terikat serta desah dari mulutnya yang terbungkam. Aku sama sekali tidak melihatnya sebagai perlawanan seorang yang sedang disakiti dan dirampas kehormatannya. Istriku nampak begitu hanyut menikmati ulah maling itu.

Aku memastikan bahwa Fatimah telah tenggelam dalam hasrat seksualnya. Dia menggeliat-geliat dan menggoyang-goyangkan tubuhnya teristimewa pinggul serta pantatnya. Fatimah dilanda kegatalan birahi yang sangat dahsyat dan kini nuraninya terus menjemput dan merindui kenyotan bibir si maling itu. Dalam pada itu aku berusaha tetap berpikir positip. Bahwa sangat berat menolak godaan syahwat sebagaimana yang sedang dialaminya. Secara pelan dan pasti kontolku sendiri semakin keras dan tegak menyaksikan yang harus aku saksikan itu.

Dan klimaks dari pergulatan ‘perkosaan’ itu terjadi. Lelaki maling itu menenggelamkan bibirnya ke bibir vagina Fatimah. Dia menyedot dan mengenyoti itil istriku dan menyeruakkan lidahnya menembusi gerbang kemaluannya. Tak terelakkan..

Dalam kucuran keringat yang terperas dari tubuhnya Fatimah menjerit dalam gumam desahnya. Pantatnya semakin diangkatnya tinggi-tinggi. Dia nampak hendak meraih orgasmenya. Bukan main. Biasanya sangat sulit bagi Fatimah menemukan orgasme. Kali ini belum juga maling itu melakukan penetrasi dia telah dekat pada puncak kepuasan syahwatnya. Ah.. Lihat ituu.. Benar.. Fatimah meraih orgasmenya.. Fatiimmaahh..

Dia mengangkat tinggi pantatnya dan tetap diangkatnya hingga beberapa saat sambil terkejat-kejat. Nampak walaupun tangannya terikat jari-jarinya mengepal seakan hendak meremas sesuatu. Dan kaki-kakinya yang meregang mengungkapkan betapa nikmat syahwat sedang melandanya. Itulah yang bisa ditampilkan olehnya dikarenakan tangan serta kakinya masih terikat ke ranjang.

Dan sang maling tanggap. Sebelum keburu Fatimah kelelahan dia naik menindih tubuh istriku dan menuntun kontolnya ke lubang vaginanya. Beberapa kali dia mengocok kecil sebelum akhirnya kemaluan yang lumayan gede dan panjangnya itu tembus dan amblas ditelan memek istriku.

Maling itu langsung mengayun-ayunkan kontolnya ke lubang nikmat yang sepertinya disemangati oleh istriku dengan menggoyang dan mengangkat-angkat pantat dan pinggulnya agar kontol itu bisa menyentuhi gerbang rahimnya.

Aku sendiri demikian terbakar birahi menyaksikan peristiwa itu. Khususnya bagaimana wajah istriku dengan rambutnya yang berkeringat mawut jatuh ke dahi dan alisnya. Kontolku sangat tertahan oleh celana sempitku. Aku tak mampu melakukan apa-apa untuk melepaskan dorongan syahwatku.

Genjotan maling itu semakin cepat dan sering. Aku pastikan bahwa maling itu sedang dirambati nikmat birahinya. Kontolnya yang semakin tegar kaku nampak licin berkilat karena cairan birahi yang melumurinya nampak seperti piston diesel keluar masuk menembusi memek istriku. Aku bayangkan betapa nikmat melanda istriku. Dengan kondisinya yang tetap terikat di ranjang, pantatnya nampak naik turun atau mengegos menimpali pompan kontol lelaki maling itu.

Sebentar lagi spermanya akan muncrat mengisi rongga kemaluan istriku. Dan nampaknya istrikupun akan mendapatkan orgasmenya kembali. Orgasme beruntun. Bukan main. Selama menikah aku bisa hitung berapa kali dia berkejat-kejat menjemput orgasmenya. Namun bersama maling ini tidak sampai 1 jam dia hendak menjemput orgasmenya yang ke dua.

Saat-saat puncak orgasme serta ejakulasinya semakin dekat, lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajah Fatimah dan tangannya meraih kemudian melepas lakban di mulut istriku. Namun dia tak memberinya kesempatan untuk teriak. Mulutnya langsung menyumpal mulut istriku. Aku saksikan mereka saling berpagut. Dan itu bukan pagutan paksa. Istriku nampak menimpali lumatan bibir maling itu. Mereka tenggelam dalam nikmatnya pagutan. Dan ahh.. ahh.. aahh..

Maling itu melepas cepat pagutannya dan sedikit bangkit. Dia menyambar pisau dapur yang masih ada di dekatnya. Dengan masing-masing sekali sabetan kedua ikatan tangan Fatimah terbebas. Dan pisau itu langsung dilemparkannya ke lantai. Tangan maling itu cepat memeluki tubuh istriku serta bibirnya memagutinya. Dan tanpa ayal dan ragu begitu terbebas tangan istriku langsung memeluki tubuh lelaki maling ini. Kini aku menyaksikan persetubuhan yang nyaris sempurna. Lelaki maling bersama Fatimah istriku langsung tenggelam mendekati puncak syahwatnya.

Hingga…

“Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr..

“Hhoohh.. Ampun enaknyaa..”

Istriku juga mendesis hebat, tak ada omongan namun jelas, dia kembali meraih orgasmenya. Dengan tangannya yang bebas dia bisa melampiaskan gelegak birahinya. Tangannya mencakar punggung maling itu dan menancapkan kukunya. Nampak bilur sejajar memanjang di kanan kiri punggungnya merembes kemerahan. Punggung maling itu sempat terluka dan berdarah.

Masih beberapa saat mereka dalam satu pelukan sebelum pada akhirnya lelaki maling itu bangkit dan menarik kontolnya dari kemaluan istriku. Aku langsung menyaksikan spermanya yang kental melimpah tumpah dan meleleh dari lubang vagina Fatimah. Sesaat mata maling itu melihat tubuh istriku yang nampak lunglai. Dia lantas bergerak efektif.

Maling itu turun dari ranjang, memakai celana dan T.Shirt-nya. Dia mencopot selembar sarung bantal. Dia mengeluarkan dari kantongnya HP-ku dan HP istriku, jam tangan, perhiasan dan segepok uang simpananku, mungkin hanya sekitar 500-an ribu rupiah. Dia masukkan hasil curiannya ke sarung bantal itu. Tak sampai 2 menit sejak turun ranjang dia langsung keluar dan kabur meninggalkan aku yang masih terikat tak berdaya di lantai dan Fatimah yang telanjang sesudah diperkosanya. Dia telah mencuri barang-barangku dan menikmati tubuh dan kemaluan istriku.

Fatimah nampak bengong sambil melihati aku,

“Maaf, maass.. Aku harus memuaskan nafsu syahwatnya agar dia tidak menyakiti Mas..” Fatimah sudah siap dengan alibinya.

Aku hanya diam. Nikmat seksual memang bisa mengubah banyak hal.

Hingga kini, sesudah 8 tahun menikah hingga mempunyai 2 anak aib itu tak pernah diketahui orang. Kami sepakat menyimpannya dalam-dalam.

Sesekali kulihat istriku bengong. Aku memakluminya. Setidaknya memang postur tubuhku serta kaliber kemaluanku tak mungkin mengimbangi milik lelaki maling itu.





Ketagihan Pesta Seks

28 05 2009

Tidurku yang tak nyaman karena dilanda mimpi buruk, terasa makin tak nyaman karena nafasku tiba-tiba terasa sesak, dan tubuhku seperti terhimpit sesuatu. Rasanya aku tidak mengidap penyakit asma.

Namun selangkanganku terasa enak dan nikmat, seperti ada penis yang mengaduk vaginaku. Belum lagi rasanya payudaraku diremas lembut, membuatku perlahan tersadar dari tidurku, untuk kemudian mendapati ternyata Wawan yang membuatku terbangun dengan menyetubuhiku. Aku yang masih belum sadar betul, terkejut melihatnya ada di kamarku, apalagi sedang menyetubuhiku, membuatku menjerit ketakutan dan mendorongnya, namun ia terlalu berat buat cewek mungil sepertiku.

“Lho Non Eliza, katanya mulai kemarin saya boleh menikmati Non?” tanya Wawan memprotesku.

Aku langsung sadar, teringat kemarin memang aku menjanjikan hal ini.

“Tapi bukan gini caranya Wan! Masa aku lagi tidur kamu ajak beginian. Nggak sopan tahu! Lagian aku tadi masih belum sadar benar, bangun-bangun ada orang lain di kamarku, kukira aku sedang diperkosa rampok tau!”, kataku ketus.

Sedikit jual mahal boleh dong? Mendengar omelanku, Wawan terdiam. Tapi penisnya yang menancap di vaginaku tidak mengendur sedikitpun. Aku menghela nafas panjang, lalu berkat.

“Ya sudah, cepat lanjutkan. Mana kamu ini lama lagi kalau main. Oh tunggu!!”, tiba tiba aku teringat dan menurunkan volume suaraku, “Gila kamu ya Wan, kakakku mana??”.

Wawan cengengesan dan berkata, “Tenang Non, liat ini jam berapa? Kakak non sudah pergi setengah jam yang lalu kok. Dan saya sudah tidak tahan untuk bermain lagi dengan non nih”.

Oh.. aku sedikit lega, dan melihat jam, yang ternyata sudah jam 08:15 pagi.

“Lalu, sejak jam berapa kamu nggghh… ” belum selesai aku bertanya, Wawan sudah mulai menggenjotku dengan tak sabar, hingga aku melenguh, keenakan.

“Oh.. Wan… kamu…”, desahku nikmat.

Wawan tersenyum penuh kemenangan, membuatku sedikit jengkel juga, tapi hanya sebentar, karena rasa nikmat langsung melandaku ketika Wawan mengulangi gayanya kemarin, ia memeluk pinggangku, dan menarikku berdiri. Penis yang amat kokoh itu langsung terbenam begitu dalam, membuatku melenguh-lenguh. Bukan hanya karena takut, tapi juga tak ingin penis itu lepas dari vaginaku, membuatku tanpa sadar kembali melingkarkan kakiku ke pinggangnya.

Rasanya tusukan penis itu semakin dalam, dan aku yang sudah melingkarkan tanganku ke lehernya supaya tubuhku tidak terjatuh ke belakang, memagut bibirnya penuh nafsu tak perduli dengan wajahnya yang amburadul.

Terakhir aku minum obat anti hamil adalah ketika aku digangbang di ruang UKS 2 hari yang lalu, tapi aku tak kuatir hamil, sebab kini aku sedang bukan dalam masa subur. Aku sudah tak lagi punya niat untuk jual mahal, karena rasa nikmat yang sudah menjalar ke seluruh tubuhku benar-benar menghancurkan akal sehatku. Wawan terus memompa vaginaku sambil berjalan, rasanya nikmat sekali. Aku heran dan menduga-duga ke mana ia mau membawaku, sambil mulai memperhatikan keadaanku. Bajuku masih melekat, walaupun tanpa bra. Aku memang tak pernah tidur dengan memakai bra. Tapi celana panjangku dan celana dalamku tidak ada, dan sempat aku melihat dari pintu kamarku ketika Wawan membawa tubuhku keluar, kutemukan kedua benda itu tergeletak di lantai kamarku.

Kini Wawan menuruni tangga, rupanya hendak mengajak rekannya kemarin untuk bersama-sama menikmati tubuhku.

Gawat juga nih. Kalau tiap pagi sarapan sex seperti ini, bagaimana aku konsentrasi di sekolah? Tapi aku tak kuasa menolak kenikmatan ini, dan pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap langkahnya di tangga membuat penisnya memompa vaginaku, dan aku orgasme ringan hingga cairan cintaku mengalir semakin banyak, seharusnya membasahi paha Wawan, yang terlihat senang-senang saja.

Akhirnya ia membawaku ke kamar tidur pembantu laki-laki di rumahku, dimana pak Arifin dan Suwito sudah menunggu. Dengan nafas tersengal-sengal karena sodokan Wawan yang semakin gencar, aku yang menyadari akan segera digangbang lagi, mencoba mengingatkan mereka dengan terputus-putus bercampur desahan dan lenguhan,

“Kalian… harus inghh… ingat… yaaah…. ngggh…. aku nantiiii…. harus… sekolah….”.

Mereka tertawa, dan Suwito berkata, “Tenang non Eliza, cuma satu ronde kok. Kami kan juga harus kerja membersihkan bagian luar rumah Non…”.

Suwito membelai pantatku dan melanjutkan.

“Aduh non, kalau begini non cantik banget lho non, mana ada bintang film porno yang secantik nona kita ini ya?”.

Pak Arifin menyibakkan rambutku yang terurai ke belakang telingaku dan menimpali,

“Kita ini benar-benar beruntung bisa kerja di sini. Di mana lagi kita dapat menikmati nona amoy secantik non Eliza ini.. seterusnya lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau begini mah, bayaran gak naik juga kita betah lho Non kerja sampai tua di sini”.

Mereka tertawa senang sementara aku yang antara malu bercampur terangsang, tak bisa menanggapi gurauan mereka, karena Wawan sudah melanjutkan pompaan penisnya yang sekeras batangan besi itu, membuatku menggeliat dan melenguh dalam pelukannya.

“Nggggh.. Waaan…. aduuuh…. emmpph”, Wawan memagutku dengan buas, hingga aku tak bisa lagi bebas melenguh.

Yang lain sabar menanti gilirannya dengan caranya masing-masing, Suwito membelai dan meremas pantat dan payudaraku, sementara pak Arifin membelai-belai rambutku yang panjang sampai sepunggung ini, sambil menghirup bau harum rambutku. Dengan tubuh yang dirangsang 3 orang sekaligus seperti ini, membuat orgasme demi orgasme meluluh lantakkan tubuhku, sampai akhirnya datanglah saat-saat yang paling nikmat itu, aku kembali mendapatkan multi orgasme.

“Mmmmmph… hnngggh.. oooohhhh… aaa….duuuuuh….” erangku saat tubuhku terlonjak-lonjak tak karuan, cairan cintaku membanjir dan membanjir.

Betisku melejang-lejang, pinggangku tertekuk ke belakang ketika aku menikmati orgasmeku dengan total. Tubuhku pasti sudah jatuh kalau tak ditahan Suwito dan pak Arifin, yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menyusu pada payudaraku sambil meremas-remas dengan gemas, membuat orgasmeku yang susul menyusul ini makin terasa nikmat. Dentang grandfather clock dari dalam ruang tamu di rumahku menunjukkan sekarang ini adalah jam 09:00!

Oh… entahlah, mungkin sudah sejam kali aku digenjot Wawan, kalau ditambah dengan waktu aku masih tertidur. Ia memang perkasa untuk urusan sex, membuatku semakin kagum padanya. Beberapa menit setelah aku orgasme, Wawan tak tahan lagi.

“Oooh… memeknya non Eliza ini…. rasanya kontolku kayak diurut-urut… sudah 3 menit… aaah… “, erangnya sambil menembakkan spermanya di dalam liang vaginaku.

Aku memejamkan mata ingin menikmati sepuas-puasnya rasa hangat yang memenuhi relung-relung vaginaku. Kurasakan tubuhku dibaringkan di salah satu ranjang mereka, dan penis Wawan sudah terlepas dari vaginaku. Aku membuka mataku, untuk melihat giliran siapa berikutnya. Sedikit beda dari kemarin, sekarang gilirannya Suwito, yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dan segera membenamkan penisnya ke dalam vaginaku yang masih sangat basah oleh cairan cintaku dan sperma Wawan. Aku hanya bisa menggeliat pasrah dibawah tindihan Suwito, yang dengan penuh semangat menggenjotku sepuas-puasnya.

Pak Arifin masih memainkan rambutku, yang menurutnya sangat indah. Tiba-tiba aku teringat penis Wawan yang pasti masih belepotan sperma yang bercampur cairan cintaku. Entah apa yang mendorongku, tapi aku hampir tak bisa mempercayai bahwa itu adalah suaraku sendiri ketika aku memanggil Wawan,

“Wan, sini aku oralin bentar”.

Wawan yang sedang duduk di lantai beristirahat, tentu saja tak perlu kuminta dua kali, ia segera bangkit mendekatiku dan menyodorkan penisnya untuk kuoral, dan tanpa malu-malu aku memegang penis yang sudah mengendur itu, ku kulum-kulum dan kuseruput hingga pipiku terlihat kempot, sampai tak ada sperma yang tersisa, sementara Wawan melenguh-lenguh keenakan.

Benar-benar edan! Bagaimana mungkin aku bisa seliar ini? Bahkan aku merasa sperma itu begitu enak dan gurih, apakah ini karena aku mulai ketagihan minum sperma? Mungkin saja, karena kini aku sudah tak sabar lagi menunggu Suwito orgasme, karena aku ingin segera menjilati dan menyedot sperma lagi. Maka setelah penis Wawan selesai kuoral sampai bersih, aku segera menggerakkan pinggulku menyambut tusukan demi tusukan Suwito, dan benar saja, tak sampai 10 menit Suwito sudah menggeram. Ingin aku memintanya keluar di mulutku, namun aku takut dianggap tidak adil karena tadi Wawan sudah keluar di dalam. Maka aku diam saja, membiarkan Suwito memuaskan hasratnya untuk menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku.

Setelah kurasakan tak ada semprotan lagi, aku segera mendorong tubuhnya sampai penisnya terlepas dari jepitan liang vaginaku, dan buru-buru aku berkata,

”To, cepat sini…”. Suwito pun segera menghampiriku, membenamkan penisnya ke mulutku, dan aku segera menyedot-nyedot dengan memejamkan mataku, merasakan tetes demi tetes sperma yang teroleskan di lidahku.

Rasanya nikmat sekali, asin dan begitu gurih.

Pak Arifin yang sempat tak kulihat batang hidungnya, kulihat kembali, sambil membawa sebuah sendok teh dan piring kecil. Aku tak terlalu memperdulikan hal itu, dan terus mengulum penis Suwito. Tiba-tiba, aku melepaskan kulumanku, sambil melenguh pelan karena merasakan nikmat pada selangkanganku. Tak apa-apa, toh penis Suwito sudah bersih. Tapi bukan itu yang harus kupikirkan, maka aku melihat ada apa dengan selangkanganku. Ternyata pak Arifin sedang menyendoki lelehan sperma yang bercampur cairan cinta yang mengalir keluar dari vaginaku, dan ditadahi dengan piring kecil tadi.

Aku hanya diam menahan nikmat, ketika sendok kecil itu mengorek-ngorek vaginaku dengan lembut, seolah menyendoki cairan cintaku dan sperma-sperma dari Wawan dan Suwito. Setelah cukup lama, mungkin setelah vaginaku sudah tak terlalu becek lagi, pak Arifin berkata,

“Non Eliza, non suka peju ya? Saya suapin peju mau ya?”.

Aku dengan sedikit malu, mengangguk pelan, dan pak Arifin mulai menyuapiku dengan lembut seperti menyuapi anaknya yang sedang sakit. Kembali aku merasakan sperma yang bercampur cairan cinta. Suapan demi suapan cairan yang gurih dan nikmat ini membuat aku tak begitu lapar lagi meskipun aku ingat aku belum makan pagi. Setelah jatahku habis, pak Arifin mulai bersiap menggenjotku, sambil bertanya,

“Non Eliza, non mau nggak kalau nanti saya mengeluarkan peju dalam mulut non?”.

Aku mengangguk senang, kemudian melebarkan selangkanganku selebar-lebarnya, karena aku ingat penis pak Arifin ini berukuran raksasa. Kurasakan penis itu sudah mulai melesak sedikit, dan gairahku langsung naik cepat. Apalagi Wawan dan Suwito ikut menyusu pada payudaraku dengan remasan-remasan kecil.

“Aduh… oooh…”, erangku antara sakit dan nikmat.

Tetap saja ada rasa sakit yang melanda vaginaku, karena ukuran penis pak Arifin sangat besar. Tapi kini aku bisa lebih cepat beradaptasi, dan mulai mengimbangi genjotan sopirku ini. Setelah rasa sakit itu lenyap, aku mulai mendesah dan melenguh keenakan. Penis itu seolah menancap begitu erat, sehingga ketika pak Arifin menarik penisnya, seolah vaginaku yang menjepit penisnya ikut tertarik, dan tubuhku terangkat sedikit. Namun ketika penis itu menghunjam, rasanya vaginaku serasa sedang dimasuki daging keras yang besar hingga sesak sekali. Tak sekeras punya Wawan memang, tapi masih keras untuk ukuran orang seumur pak Arifin. Dan cukup keras untuk membuat aku serasa melayang ke awang-awang.

Rasa nikmat ini akhirnya membuat aku orgasme, kembali kakiku melejang-lejang membuat jepitan vaginaku pada penis pak Arifin makin erat, dan ini membuat pak Arifin kelabakan, penisnya berkedut-kedut. Ia segera menarik penisnya lepas dari vaginaku dengan tergesa-gesa, dan segera membenamkan penisnya dalam mulutku. Segera semprotan spermanya yang juga terasa asin dan gurih, membasahi kerongkonganku. Aku terus melahap sperma itu, menjilati dan mengulum penis itu hingga bersih. Aku sudah tak merasa lapar lagi setelah sarapan sperma dan cairan cintaku sendiri.

Mereka bertiga akhirnya duduk mengatur nafas mereka yang masih memburu. Wawan yang paling duluan pulih, namun sesuai janji mereka, ini hanya satu ronde. Tiba-tiba Sulikah datang terburu-buru sambil membawa celana dalam dan celana panjang satin pasangan baju tidurku.

“Non, kakaknya non sudah pulang. Cepetan non, pakai ini dan kembali ke kamar non”, seru Sulikah agak panik.

Aku juga ikut panik, segera memakai celana dalam dan celana panjang ini, kemudian berlari kembali ke kamarku. Yang lain juga segera memakai bajunya masing-masing, kemudian segera keluar dari kamar tempat kami pesta sex barusan, seolah-olah sedang bekerja seperti biasa.

Untung Sulikah memberitahu tepat pada waktunya, aku sudah di dalam ruang makan ketika kudengar deru mesin mobil kakakku di garasi. Rupanya dosen yang mengajar mata kuliahnya pagi ini tidak datang. Aku naik tangga dengan jantung berdegup kencang, akhirnya sampai juga aku ke dalam kamarku yang kulihat sudah rapi, pasti Sulikah yang merapikan. Sempat kulihat jam, ternyata sudah jam 09:30. Dan aku segera masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari keringatku dan keringat 3 orang tadi, juga vaginaku kucuci bersih, hingga terasa kesat. Mungkin karena cuma 1 ronde, tubuhku tak terlalu lelah.

Selesai mandi, aku mengeringkan tubuhku sambil memastikan tak ada tanda-tanda aku baru saja bermain sex dengan mereka. Lalu aku memakai baju santai, dan turun ke ruang makan. Di sana sudah menunggu kakakku, yang membawakan aku nasi campur di dekat sekolahnya, kesukaanku. Yah, kebetulan deh. Aku kan belum makan pagi, cuma sarapan sperma dari mereka bertiga tadi. Aku memeluk kakakku senang, dan berkata,

“Thank you ya kokoku yang baik”.

Kokoku tertawa dan menggodaku,

“Iya me. Tapi baik kalau bawain makanan aja ya? Kalau nggak jadi nggak baik?”.

Aku memukul lengannya manja, lalu kami makan bersama. Kami ngobrol kesana kemari, dan tak terasa akhirnya selesai juga kami makan.

Kokoku kembali ke kamarnya, mungkin main komputer. Aku juga kembali ke kamarku, mempersiapkan diri ke sekolah. Sekarang sudah jam 10, aku biasanya berangkat jam 11:30. masih ada satu setengah jam lagi, aku menyiapkan seragamku, putih abu-abu. Juga tas sekolahku, yang membuatku teringat tentang obat perangsang itu. Lalu aku menyisir rambutku rapi, dan duduk manis di ranjangku. Sambil menunggu, aku menelepon temanku, dan kami ngobrol sampai tak terasa sudah waktunya aku harus berangkat. Setelah berpamitan, aku mengenakan seragam sekolahku, lalu berpamitan pada kokoku, dan turun ke garasi. Seperti biasanya, pak Arifin menawarkan diri untuk mengantarku, tapi kutolak halus karena aku ingin menyetir mobil sendiri.

Dalam perjalanan, aku mengingat-ingat kejadian pagi ini, dan membayangkan besok aku harus melayani mereka bertiga lagi karena kokoku kuliah pagi sampai siang. Hmm, sarapan sex tiap pagi sebelum ke sekolah? Aku menggelengkan kepala tak habis pikir, bisa-bisanya ada pembantu plus sopir yang memakai tubuh anak majikannya. Entahlah, yang lebih gila lagi, anak majikannya ini tak merasa keberatan alias cewek bispak gitu loh.





Bercinta dengan wanita berjilbab

20 05 2009

Sebenarnya aku ini tidak pernah terpikir untuk bisa bercinta/ml dengan wanita berjilbab… namun apa mau dikata nasi udah jadi bubur dan bubur itu udah di makan oleh aku…. ceritanya begini…

Namaku Iful.. umur 29 taon, tinggi 168 paras badanku tegap, rambutku lurus dan ukuran vitalku biasa saja normal orang Indonesialah… panjangnya kira2 16 cm dan diameternya aku ggak pernah ukur…

Aku tinggal di rumah kost-kostan istilahnya rumah berdempet-dempetan neh… ada tetanggaku yg bernama Ibu Tiara, berjilbab umurnya sekitar 33 tahun, anaknya sudah 3 boo… yang paling besar masih sekolah kelas 5 SD otomatis yg paling kecil umur 1,8 bulan, sedangkan suaminya kerjanya di perusahaan kontraktor sebagai karyawan saja.

Setiap hari Ibu tiara ini wanita yang memakai jilbab panjang-panjang sampai ke lengannya boleh dikatakan aku melihatnya terlalu sempurna untuk ukuran seorang wanita yang sudah berumah tangga dan tentunya aku sangatlah segan dan hormat padanya.

Suatu ketika suaminya sudah pergi ke kantor untuk kerja dan aku sendiri masih di rumah rencananya agak siangan baru aku ke kantor.

“Iful…” ibu Tiara memanggil dari sebelah karena aku masih malas-malasan hari ini so aku tidur-tiduran saja di tempat tidurku…

”Iful… Iful… Ibu minta tolong bisa..??” ujar Ibu Tiara dari luar, aku sebenarnya sudah mendengar namun rasanya badanku lagi malas bangun karena mungkin aku yang di panggil tidak segera keluar, maka ibu Tiara dengan hati-hati membuka pintu rumahku dan masuk pelan-pelan mencari aku,  seketika itu juga aku pura-pura tutup mataku dia mencari-cari aku dan akhirnya dia melihat aku tidur di kamar.

“Oohh….” ujarnya spontan dia kaget karena kebiasaan kalo aku tidur tidak pernah pake baju dan hanya celana dalam saja dan pagi itu kontolku sebenarnya lagi tegang biasa penyakit di pagi hari… he… he… heh…

Seketika itu dia langsung balik melangkah dan menjauh dari kamarku aku coba mengintip dengan sebelah mataku.

“Ooh dia sudah tidak ada“ ujarku dalam hati tapi kira-kira tak lama kemudian dia balik lagi dan mengendap-endap mengintip kamarku sambil tersenyum penuh arti cukup lama dia perhatikan aku dan setelah itu ibu Tiara langsung balik ke rumahnya.

Besok pagi setelah semuanya telah tidak ada di rumahnya ibu Tiara, tinggal anaknya yg paling kecil dah tidur, aku sayup-sayup aku dengar di samping rumahku yang ada di belakang, sepertinya ada yg mencuci pakaian aku intip di belakang.

Ohh ibu Tiara sedang mencuci pakaian, namun dia hanya memakai daster terusan panjang dan jilbab karena dasternya yang panjang, maka dasternya basah sampai ke paha saat aku sedang intip ibu Tiara langsung berdiri dan mengangkat dasternya serta merta mencopot celana dalamnya dan langsung dicuci sekalian otomatis saat itu aku melihat ooooohhh memeknya yang merah dan pahanya yang putih di tumbuhi bulu-bulu halus, aku langsung berputar otak-otakku ingin rasanya mencicipi memek yang indah dari ibu Tiara yang berjilbab ini.

“Maaf ibu Tiara, kemarin ibu ada perlu dengan saya“ tanyaku mengagetkan ibu Tiara dan serta-merta dia langsung merapikan dasternya yang tersingkap sampai ke paha.

“Iya nih mas Iful.. Ibu kemarin mo minta tolong pasangin lampu di kamar mandi “ katanya.

“Kalo gitu sekarang aja bu soalnya sebentar lagi saya mo kerja“ sambil mataku melihat dasternya membayangkan apa yang didalamnya.

“Oh iya, lewat sini saja…” ujarnya karena memang tipe rumah kost yang aku tempati di belakangnya cuma di palang kayu dan seng otomatis kegiatan tetangga-tetangga kelihatan di belakang.

Aku langsung membuka kayu dan sengnya dan masuk ke dalam dan ibu Tiara membawaku di depan, aku mengikuti di belakang.

“Ooohhh seandainya aku bisa merasakan memek dan pantat ini sekarang” gumamku dalam hati.

“Ini lampunya dan kursinya… hati-hati yah jangan sampe ribut soalnya anakku lagi tidur” kata Ibu Tiara.

Aku langsung memasang dan ibu Tiara melanjutkan mencucinya, setelah selesai aku langsung bilang

“Ibu sudah selesai“ kataku kemudian ibu Tiara langsung berdiri tapi saat itu dia terpeleset ke arahku seketika itu aku menangkapnya.

Uups… oh tanganku mengenai payudaranya yang montok dan tanganku satu lagi mengenai langsung pantatnya yang tidak pake celana dalam dan hanya ditutupi daster saja.

”Maaf Dik Iful… agak licin lantainya” ujarnya tersipu-sipu. “Iful tunggu yah ibu bikinin teh“ ujarnya lagi.

Dia ke dapur dan dari belakang aku mengikutinya secara pelan-pelan, saat teh lagi di putar di dalam gelas langsung aku memeluknya dari belakang.

“Iful… apa-apaan neh…” sentak Ibu Tiara.

“Maaf bu saya melihat ibu sangatlah cantik dan seksi..” ujarku.

“Jangan Iful… aku dah punya suami..” tapi tetap ibu Tiara tidak melepaskan pegangan tanganku yang mampir di pinggangnya dan dadanya…

“Iful… jangaann..” langsung aku menciumi dari belakang menyingkap jilbabnya.

“Ssluurrp… oh.. betapa putihnya leher ibu Tiara” ujarku dalam hati.

“Ookhh… Iful… hmmm…” ibu Tiara menggeliat langsung dia membalik badannya menghadapku.

“Iful… aku udah bers…” saat dia mo ucapin sesuatu langsung aku cium bibirnya.

“Mmmmprh…” tak lama dia langsung meresponku dan langsung memeluk leherku.

“Mmmmmhprpp….” bunyi mulutnya dan aku beradu aku singkapi jilbabnya sedikit saja sambil tanganku mencoba menggerayangi dadanya.

Aku melihat dasternya memakai kancing 2 saja diatas dadanya… aku membukanya dan tersembullah buah dadanya yang putih mulusss… slurp… kujilat dan isap pentilnya….

“Iful…. ooohhh…. ufhhh….” lirihnya.

“Sslurrpp…. slurp.. saat aku jilat… sepertinya masih ada sedikit air susunya… hmmmm… tambah nikmatnya.. slurp.. slurp…

Sambil menjilat dan menyedot susunya aku tetap tidak membuka jilbab maupun dasternya  tapi tanganku tetap menarik dasternya keatas…karena dari tadi dia tidak pake celana dalam maka dengan gampang itilnya ku usap-usap dengan tanganku.

“Ohhh… oh… sssshhhh…” gumam ibu Tiara.

Kepalaku kudekatkan ke memeknya dan kakinya kurenggangkan.

Ssluruupp…. pelan-pelan kujilati itil dan memeknya…

“Ooh Iful… eennakkh… oghu… mmmpphhff…” teriaknya pelan kulihat kepalanya telah goyang ke kanan dan kekiri.

Pelan-pelan sambil lidahku bermain di memeknya, kubuka celana pendekku dan terpampanglah kontolku yang telah tegang. Namun ibu Tiara masih tidak menyadari akan hal itu. Pelan-pelan kuangkat dasternya, namun tidak sampai terbuka semuanya, hanya sampai di perutnya saja dan mulutku mulai beradu dengan bibirnya yang ranum.

“Mmmmppghh… Iful… aku…” ujar ibu Tiara.

Kuhisap dalam-dalam lidahnya.

“Sslurp… caup… oh ibu sungguh indah bibirmu, memekmu dan semuanya.” lirihku.

Sambil menjilat seluruh rongga mulutnya kubawa ia ke atas meja makannya dan kusandarkan ibu Tiara di pinggiran meja tanganku kumainkan kembali ke itil dan sekitaran memeknya.

“Aahhh… ufh… oh… Ifulll….ibu udah nggak kuaatttttt…lirih Ibu tiara.

Pelan-pelan kupegang kontolku… kuarahkan ke memeknya yang sudah basah dan licin….dan bleeesssssssssshh….

“Oohhhhh… ufghhh…. Ifulll….” teriak Ibu Tiara.

Ssleepep… slepp…. kontolku kudiamkan sebentar…. Ibu Tiara spontan melihat ke wajahku dan langsung ia menunduk lagi, kududukkan di atas meja makan dan kuangkat kakinya.  Mulailah aku memompanya.. slep… slep.. slep… blssss….

“Ooh memeknya ibu sangat enak….”

“Iful… kontolmu juga sangat besar” rupanya ibu Tiara sudah tidak memikirkan lagi norma-norma,  yang ada hanyalah nafsu birahinya yang harus dituntaskan.

Berulang-ulang kupompa memeknya dengan kontolku.

“Ooohh.. akhh… Ifull….” kubalikkan lagi badannya dan tangannya memegang pinggiran meja.

Kutusuk memeknya dari belakang bleesssssssss…

“Ohhhhh….” teriak Ibu Tiara, kuhujam sekeras-kerasnya kontolku tanganku remas-remas susunya.

Aku liat dari belakang sangat bagus gaya ibu Tiara nungging ini, tanpa melepas daster dan jilbabnya kutusuk terus … sleeeepp…. sleeps….

Hingga kurang lebih setengah jam ibu Tiara bilang

“Iful…. ibu udah nggak tahan…..”

“Sabar bu bentar lagi saya juga……” ujarku.

“Oh… ohhhh… ufmpghhh… Iful… ibu mau keluarrrr… achhhh……”

Semakin kencang dan terasa memeknya menjepit kontolku dan oohhhhh… ku rasakan ada semacam cairan panas yang menyirami kontolku di dalam memeknya…. semakin kupercepat gerakan menusukku…

Slep…. slurp… bleeppp….

“Oh Ibu aku juga dah mo sampai neh…..”

“Cepat Iful… ibu bantu…. oho…. uhhhhh….”

Ibu tiara menggoyangnya lagi dan akhirnya

“Ibu…. aku mo keluararrrrr…..”

“Sama-sama yang Iful…. ibu juga mo keluar lagi…” teriaknya…

Dan….

“Ohhh… ack….. ahhhhh..”

Aku dan ibu Tiara sama–sama keluar… dan sejenak kulihat di memeknya terlihat becek dan banjir…

Setelah hening sejenak… ku cabut kontolku dan kupakai celana pendek setelah itu ibu Tiara merapikan daster dan jilbabnya… langsung aku minta maaf kepadanya…

“Bu.. mohon maaf .. Iful khilaf.” kataku.

“Tidak apa-apa kok Iful… ibu juga yang salah… yang menggoda Iful“ ujarnya.

Aku langsung pamitan kembali ke rumahku sebelah dan mandi siap-siap kerja… setelah mandi kulihat ibu tiara sedang menjemur pakaian tapi jelas di dalam daster ibu Tiara tidak memakai celana dalam karena terlihat tercetak lewat sinar matahari pagi yang meninggi mulai mendekati jam 10 pagi.

Sebelum aku pergi kusempatkan pamitan ke ibu Tiara dan dia tersenyum tidak tau apakah ada artinya atau tidak.





Kisah dari Ibu-Ibu

19 05 2009

Sebenarnya saya malu untuk menuliskan cerita ini, tetapi karena sudah banyak yang menggunakan media ini untuk menuliskan cerita-cerita tentang seks walaupun saya sendiri tidak yakin apakah itu semuanya fakta atau fiksi belaka. Memang cerita yang saya tulis ini cukup memalukan tetapi di samping itu ada kejadian yang lucu dan memang sama sekali belum pernah saya alami.

Awal mula dari cerita ini adalah ketika saya baru saja tinggal di sebuah daerah perumahan yang relatif baru di daerah pinggiran kota Surabaya. Saya tinggal di situ baru sekitar 6 bulanan.

Karena daerah perumahan tersebut masih baru maka jumlah keluarga yang menempati rumah di situ masih relatif sedikit tetapi khusus untuk blok daerah rumah saya sudah lumayan banyak dan ramai. Rata-rata keluarga kecil seperti keluarga saya juga yaitu yang sudah masuk generasi Keluarga Berencana, rata-rata hanya mempunyai dua anak tetapi ada juga yang hanya satu anak saja.

Sudah seperti biasanya bila kita menempati daerah perumahan baru, saya dengan sengaja berusaha untuk banyak bergaul dengan para tetangga bahkan juga dengan tetangga-tetangga di blok yang lain. Dari hasil bergaul tersebut timbul kesepakatan di antara ibu-ibu di blok daerah rumahku untuk mengadakan arisan sekali dalam sebulan dan diadakan bergiliran di setiap rumah pesertanya.

Suatu ketika sedang berlangsung acara arisan tersebut di sebuah rumah yang berada di deretan depan rumahku, pemilik rumah tersebut biasa dipanggil Bu Soni dan sudah lebih dulu satu tahun tinggal di daerah perumahan ini daripada saya. Bu Soni bisa dibilang ramah, banyak ngomongnya dan senang bercanda dan dia baru mempunyai satu anak, perempuan, berusia 8 tahun walaupun usia rumah tangganya sudah 10 tahun sedangkan aku sudah 30 tahun. Aku menikah ketika masih berusia 22 tahun. Suaminya bekerja di sebuah perusahaan swasta dan kehidupannya juga bisa dibilang kecukupan.

Setelah acara arisan selesai saya masih tetap asyik ngobrol dengan Bu Soni karena tertarik dengan keramahan dan banyak omongnya itu sekalipun ibu-ibu yang lain sudah pulang semua. Dia kemudian bertanya tentang keluargaku,

“Jeng Mar. Putra-putranya itu sudah umur berapa, sih?, kok sudah dewasa-dewasa, ya?” (Jeng Mar adalah nama panggilanku) tanya Bu Soni kepadaku.

“Kalau yang pertama 18 tahun dan yang paling ragil itu 14 tahun. Cuma yaitu Bu, nakalnya wah, wah, waa.. Aah benar-benar, deh. Saya, tuh, suka capek marahinnya.”

“Lho, ya, namanya juga anak laki-laki. Ya, biasalah, Jeng.”

“Lebih nikmat situ, ya. Anak cuma satu dan perempuan lagi. Nggak bengal.”

“Ah, siapa bilang Jeng Mar. Sama kok. Cuma yaitu, saya dari dulu, ya, cuma satu saja. Sebetulnya saya ingin punya satu lagi, deh. Ya, seperti situ.”

“Lho, mbok ya bilang saja sama suaminya. ee.. siapa tahu ada rejeki, si putri tunggalnya itu bisa punya adik. Situ juga sama suaminya kan masih sama-sama muda.”

“Ya, itulah Jeng. Papanya itu lho, suka susah. Dulu, ya, waktu kami mau mulai berumah tangga sepakat untuk punya dua saja. Ya, itung-itung mengikuti program pemerintah, toh, Jeng. Tapi nggak tahu lah papanya tuh. Kayaknya sekarang malah tambah asik saja sama kerjaannya. Terlalu sering capek.”

“O, itu toh. Ya, mbok diberi tahu saja kalau sewaktu-waktu punya perhatian sama keluarga. ‘Kan yang namanya kerja itu juga butuh istirahat. Mbok dirayu lah gitu.”

“Wah, sudah dari dulu Jeng. Tapi, ya, tetap susah saja, tuh. Sebenernya ini, lho, Jeng Mar. Eh, maaf, ya, Jeng kalo’ saya omongin. Tapi Jeng Mar tentunya juga tau dong masalah suami-istri ‘kan.”

“Ya, memang. Ya, orang-orang yang sudah seperti kita ini masalahnya sudah macem-macem, toh, Bu. Sebenarnya Bu Soni ini ada masalah apa, toh?”

“Ya, begini Jeng, suami saya itu kalo’ bergaul sama saya suka cepet-cepet mau rampung saja, lho. Padahal yang namanya istri seperti kita-kita ini ‘kan juga ingin membutuhkan kenikmatan yang lebih lama, toh, Jeng.”

“O, itu, toh. Mungkin situ kurang lama merayunya. Mungkin suaminya butuh variasi atau model yang agak macem-macem, gitu.”

“Ya, seperti apa ya, Jeng. Dia itu kalo’ lagi mau, yang langsung saja. Saya seringnya nggak dirangsang apa-apa. Kalo’ Jeng Mar, gimana, toh? Eh, maaf lho, Jeng.”

“Kalo’ saya dan suami saya itu saling rayu-merayu dulu. Kalo’ suami saya yang mulai duluan, ya, dia biasanya ngajak bercanda dulu dan akhirnya menjurus yang ke porno-porno gitulah. Sama seperti saya juga kalau misalnya saya yang mau duluan.”

“Terus apa cuma gitu saja, Jeng.”

“O, ya tidak. Kalo’ saya yang merayu, biasanya punya suami saya itu saya pegang-pegang. Ukurannya besar dan panjang, lho. Terus untuk lebih menggairahkannya, ya, punyanya itu saya enyot dengan mulut saya. Saya isep-isep.”

“Iii.. Iih. Jeng Mar, ih. Apa nggak jijik, tuh? Saya saja membayangkannya juga sudah geli. Hii..”

“Ya, dulu waktu pertama kali, ya, jijik juga, sih. Tetapi suami saya itu selalu rajin, kok, membersihkan gituannya, jadi ya lama-lama buat saya nikmat juga. Soalnya ukurannya itu, sih, yang lumayan besar. Saya sendiri suka gampang terangsang kalo’ lagi ngeliat. Mungkin situ juga kalo’ ngeliat, wah pasti kepengen, deh.”

“Ih, saya belon pernah, tuh, Jeng. Lalu kalo’ suaminya duluan yang mulai begimana?”

“Saya ditelanjangi sampai polos sama sekali. Dia paling suka meremas-remas payudara saya dan juga menjilati putingnya dan kadang lagaknya seperti bayi yang sedang mengenyot susu.”, kataku sambil ketawa dan tampak Bu Soni juga tertawa.

“Habis itu badan saya dijilati dan dia juga paling suka menjilati kepunyaan saya. Rasanya buat saya, ya, nikmat juga dan biasanya saya semakin terangsang untuk begituan. Dia juga pernah bilang sama saya kalo’ punya saya itu semakin nikmat dan saya disuruh melihara baik-baik.”

“Ah, tapi untuk yang begituan itu saya dan suami saya sama sekali belum pernah, lho, Jeng. Tapi mungkin ada baiknya untuk dicoba juga, ya, Jeng. Tapi tadi itu masalah yang situ dijilatin punyanya. Rasa enaknya seperti apa, sih, Jeng.”

“Wah, Bu Soni ini, kok, seperti kurang pergaulan saja, toh.”

“Lho, terus terang Jeng. Memang saya belon pernah, kok.”

“Ya, geli-geli begitulah. Susah juga untuk dijelasin kalo’ belum pernah merasakan sendiri.” Lalu kami berdua tertawa.

Setelah berhenti tertawa, aku bertanya,

“Bu Soni mau tau rasanya kalau gituannya dijilati?”

“Yah, nanti saya rayu, deh, suami saya. Mungkin nikmat juga ya.” Ucapnya sambil tersenyum.

“Apa perlu saya dulu yang coba?”, tanyaku sambil bercanda dan tersenyum.

“Hush!! Jeng Mar ini ada-ada saja, ah”, sambil tertawa.

“Ya, biar tidak kaget ketika dengan suaminya nanti. Kita ‘kan juga sama-sama wanita.”

“Wah, kayak lesbian saja. Nanti saya jadi ketagihan, lho. Malah takutnya lebih senang sama situ daripada sama suami saya sendiri. Ih! Malu’ akh.”, sambil tertawa.

“Atau kalo’ nggak mau gitu, nanti saya kasih tau gimana membuat penampilan bulu gituannya biar suaminya situ tertarik. Kadang-kadang bentuk dan penataannya juga mempengaruhi rangsangan suami, lho, Bu Soni.”

“Ah, Jeng ini.”

“Ee! Betul, lho. Mungkin bentuk bulu-bulu gituannya Bu Soni penampilannya kurang merangsang. Kalo’ boleh saya lihat sebentar gimana?”

“Wah, ya, gimana ya. Tapii.. ya boleh, deh. Eh, tapi saya juga boleh liat donk punyanya situ. Sama-sama donk, ‘kan kata Jeng tadi kita ini sama-sama wanita.”

“Ya, ‘kan saya cuma mau bantu situ supaya bisa usaha untuk punya anak lagi.”

“Kalo’ gitu kita ke kamar saja, deh. Suami saya juga biasanya pulang malam. Yuk, Jeng.”

Langsung kita berdua ke kamar Bu Soni. Kamarnya cukup tertata rapi, tempat tidurnya cukup besar dan dengan kasur busa. Di dindingnya ada tergantung beberapa foto Bu Soni dan suaminya dan ada juga foto sekeluarga dengan anaknya yang masih semata wayang. Saya kemudian ke luar sebentar untuk telepon ke rumah kalau pulangnya agak telat karena ada urusan dengan perkumpulan ibu-ibu dan kebetulan yang menerima suamiku sendiri dan ternyata dia setuju saja.

Setelah kita berdua di kamar, Bu Soni bertanya kepadaku,

“Bagaimana Jeng? Kira-kira siap?”

“Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat saja?”

“OK, deh.”, jawab Bu Soni dengan agak tersenyum malu.

Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya polos lah semua. Bulu kemaluan Bu Soni cukup lebat juga hanya bentuknya keriting dan menyebar, tidak seperti miliku yang lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah. Lalu aku menyentuh payudaranya yang agak bulat tetapi tidak terlalu besar,

“Lumayan juga, lho, Bu.”

Lalu Bu Soni pun langsung memegang payudaraku juga sambil berkata,

“Sama juga seperti punya Jeng.”

Aku pun minta ijin untuk mengulum kedua payudaranya dan dia langsung menyanggupi.

Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kecoklat-coklatan tetapi lumayan nikmat juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Bu Soni nampak terangsang dan napasnya mulai memburu.

“Enak juga, ya, Jeng. Boleh punya Jeng saya coba juga?”

“Silakan saja.”, ijinku.

Lalu Bu Soni pun melakukannya dan tampak sekali kalau dia masih sangat kaku dalam soal seks, jilatan dan kulumannya masih terasa kaku dan kurang begitu merangsang. Tetapi lumayanlah, dengan cara seperti ini aku secara tidak langsung sudah menolong dia untuk bisa mendapatkan anak lagi.

Setelah selesai saling menjilati payudara, kami berdua duduk-duduk di atas tempat tidur berkasur busa yang cukup empuk. Aku kemudian memohon Bu Soni untuk melihat liang kewanitaannya lebih jelas,

“Bu Soni. Boleh nggak saya liat gituannya? Kok bulu-bulunya agak keriting. Tidak seperti milik saya, lurus-lurus dan lembut.”

Dengan agak malu Bu Soni membolehkan, “Yaa.. silakan saja, deh, Jeng.”

Aku menyuruh dia, “Rebahin saja badannya terus tolong kangkangin kakinya yang lebar.”

Begitu dia lakukan semuanya terlihatlah daging kemaluannya yang memerah segar dengan bibirnya yang sudah agak keluar dikelilingi oleh bulu yang cukup lebat dan keriting. Mmm.. Cukup merangsang juga penampilannya.

Kudekatkan wajahku ke liang kewanitaannya lalu kukatakan kepada Bu Soni bahwa bentuk kemaluannya sudah cukup merangsang hanya saja akan lebih indah pemandangannya bila bulunya sering disisir agar semakin lurus dan rapi seperti milikku. Lalu kusentuh-sentuh daging kemaluannya dengan tanganku, empuk dan tampak cukup terpelihara baik, bersih dan tidak ada bau apa-apa. Nampak dia agak kegelian ketika sentuhan tanganku mendarat di permukaan alat kelaminnya dan dia mengeluh lirih,

“Aduh, geli, lho, Jeng.”

“Apa lagi kalo’ dijilat, Bu Soni. Nikmat, deh. Boleh saya coba?”

“Aduh, gimana, ya, Jeng. Saya masih jijik, sih.”

“Makanya dicoba.”, kataku sambil kuelus salah satu pahanya.

“Mmm.. Ya, silakan, deh, Jeng. Tapi saya tutup mata saja, ah.”

Lalu kucium bibir kemaluannya sekali, chuph!!

“Aaa.. Aah.”, Bu Soni mengerang dan agak mengangkat badannya.

Lalu kutanya, “Kenapa? Sakit, ya?”

Dia menjawab, “Geli sekali.”

“Saya teruskan, ya?”

Bu Soni pun hanya mengangguk sambil tersenyum. Kuciumi lagi bibir kemaluannya berkali-kali dan rasa geli yang dia rasakan membuat kedua kakinya bergerak-gerak tetapi kupegangi kedua pangkal pahanya erat-erat. Badannya bergerinjal-gerinjal, pantatnya naik turun. Uh! Pemandangan yang lucu sekali, aku pun sempat ketawa melihatnya. Saya keluarkan lidah dan saya sentuhkan ujungnya ke bibir kemaluannya berkali-kali. Oh! Aku semakin terbawa napsu. Kujilati keseluruhan permukaan memeknya, gerakanku semakin cepat dan ganas. Oh, Bu Soni, memekmu nikmaa..aat sekali.

Aku sudah tak ingat apa-apa lagi. Semua terkonsentrasi pada pekerjaan menjilati liang kewanitaan Bu Soni. Emm.., Enak sekali. Terus kujilati dengan penuh napsu. Pinggir ke tengah dan gerakan melingkar. Kumasukan lidahku ke dalam celah bibir kemaluannya yang sudah mulai membuka. Ouw! Hangat sekali dan cairannya mulai keluar dan terasa agak asin dan baunya yang khas mulai menyengat ke dalam lubang hidungku. Tapi aku tak peduli, yang penting rasa kemaluan Bu Soni semakin lezat apalagi dibumbui dengan cairan yang keluar semakin banyak. Kuoleskan ke seluruh permukaan kemaluannya dengan lidahku. Jilatanku semakin licin dan seolah-olah semua makanan yang ku makan pada saat acara arisan tadi rasanya tidak ada apa-apanya. Badan Bu Soni bergerinjal semakin hebat begitu juga pantatnya naik-turun dengan drastis.

Dia mengerang lirih, “Aaa.. Ah, ee.. Eekh, ee.. Eekh, Jee.. Eeng, auw, oo.. Ooh. Emm.. Mmh. Hah, hah, hah,.. Hah.”

Dan saat mencapai klimaks dia merintih, “Aaa.., aa.., aa.., aa.., aah”,

Cairan kewanitaannya keluar agak banyak dan deras.

OK, nampaknya Bu Soni sudah mencapai titik puncaknya.

Tampak Bu Soni telentang lemas dan aku tanya, “Bagaimana? Enak? Ada rasa puas?”

“Lumayan nikmat, Jeng. Situ nggak jijik, ya.”

“Kan sudah biasa juga sama suami.”

Kemudian aku bertanya sembari bercanda, “Situ mau coba punya saya juga?”

“Ah, Jeng ini. Jijik ‘kan.”, sembari ketawa.

“Yaa.. Mungkin belon dicoba. Punya saya selalu bersih, kok. ‘Kan suami saya selalu mengingatkan saya untuk memeliharanya.”

Kemudian Bu Soni agak berpikir, mungkin ragu-ragu antara mau atau tidak.

Lalu, “Boleh, deh, Jeng. Tapi saya pelan-pelan saja, ah. Nggak berani lama-lama.”

“Ya, ndak apa-apa. ‘Kan katanya situ belum biasa. Betul? Mau coba?” tantangku sembari senyum.

Lalu dia cuma mengangguk. Kemudian aku menelentangkan badanku dan langsung kukangkangkan kedua kakiku agar terlihat liang kewanitaanku yang masih indah bentuknya. Tampak Bu Soni mulai mendekatkan wajahnya ke liang kewanitaanku lalu berkata,

“Wah, Jeng bulu-bulunya lurus, lemas dan teratur. Pantes suaminya selalu bergairah.”

Aku hanya tertawa.

Tak lama kemudian aku rasakan sesuatu yang agak basah menyentuh kemaluanku. Kepalaku aku angkat dan terlihat Bu Soni mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahnya ke liang kewanitaanku.

Kuberi dia semangat, “Terus, terus, Bu. Saya merasa nikmat, kok”.

Dia hanya memandangku dan tersenyum. Kurebahkan lagi seluruh tubuhku dan kurasakan semakin luas penampang lidah Bu Soni menjilati liang kewanitaan saya. Oh! Aku mulai terangsang. Emm.. Mmh. Bu Soni sudah mulai berani. oo.. Ooh nikmat sekali. Sedaa.. Aap. Terasa semakin lincah gerakan lidahnya, aku angkat kepalaku dan kulihat Bu Soni sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, rupanya rasa jijik sudah mulai sirna. Gerakan lidahnya masih terasa kaku, tetapi ini sudah merupakan perkembangan. Syukurlah. Mudah-mudahan dia bisa bercumbu lebih hebat dengan suaminya nanti.

Lama-kelamaan semakin nikmat.

Aku merintih nikmat, “Emm.. Mmh. Ouw. aa.. Aah, aa.. Aah. uu.. uuh. te.. te.. Rus teruu..uus.”

Bibir kemaluanku terasa dikulum oleh bibir mulut Bu Soni. Terasa dia menciumi kemaluanku dengan bernafsu. Emm.. Mmh, enaknya.

Untuk lebih nikmat Bu Soni kusuruh, “Pegang dan elus-elus paha saya. Enak sekali Bu.”

Dengan spontan kedua tangannya langsung mengayunkan elusannya di pahaku. Dia mainkan sampai pangkal paha. Bukan main! Sudah sama layaknya aku main dengan suamiku sendiri. Terlihat Bu Soni sudah betul-betul asyik dan sibuk menjilati liang kewanitaanku. Gerakan ke atas ke bawah melingkar ke seluruh liang kewanitaanku. Seolah-olah dia sudah mulai terlatih.

Kemudian aku suruh dia untuk menyisipkan lidahnya ke dalam liang kewanitaanku. Dahinya agak berkerut tetapi dicobanya juga dengan menekan lidahnya ke lubang di antara bibir kemaluan saya.

“Aaa.. Aakh!

Nikmat sekali. Aku mulai naik untuk mencapai klimaks. Kedua tangannya terus mengelus kedua pahaku tanpa henti. Aku mulai naik dan terasa lubang kemaluanku semakin hangat, mungkin lendir kemaluanku sudah banyak yang keluar.

Akhirnya aku pun mencapai klimaks dan aku merintih, “Aaa.. Aah, uuh”.

Sialan Bu Soni tampaknya masih asyik menjilati sedangkan badanku sudah mulai lemas dan lelah. Bu Soni pun bertanya karena gerak kaki dan badanku berhenti,

“Gimana, Jeng?”

Aku berkata lirih sambil senyum kepadanya, “Jempolan. Sekarang Bu Soni sudah mulai pinter.”

Dia hanya tersenyum.

Aku tanya kembali, “Bagaimana? Situ masih jijik nggak?”

“Sedikit, kok.”, jawabnya sembari tertawa, dan akupun ikut tertawa geli.

“Begitulah Bu Soni. Mudah-mudahan bisa dilanjutkan lebih mesra lagi dengan suaminya, tetapi jangan bilang, lho, dari saya.”

“Ooo.., ya, ndak, toh, Jeng. Saya ‘kan juga malu. Nanti semua orang tahu bagaimana?”

“Sekarang yang penting berusaha agar putrinya bisa punya adik. Kasihan, lho, mungkin sejak dulu dia mengharapkan seorang adik.”

“Ya, mudah-mudahanlah, Jeng. Rejeki akan segera datang. Eh! Ngomong-ngomong, Jeng mau nggak kalo’ kapan-kapan kita bersama kayak tadi lagi?”

“Naa.., ya, sudah mulai ketagihan, deh. Yaa, itu terserah situ saja. Tapi saya nggak tanggung jawab, lho, kalo’ situ lantas bisa jadi lesbian juga. Saya ‘kan cuma kasih contoh saja.”, jawabku sembari mengangkat bahu dan Bu Soni hanya tersenyum.

Kemudian aku cepat-cepat berpakaian karena ingin segera sampai di rumah, khawatir suamiku curiga dan berprasangka yang tidak-tidak. Waktu aku pamit, Bu Soni masih dalam keadaan telanjang bulat berdiri di depan kaca menyisir rambut. Untung kejadian ini tak pernah sampai terbuka sampai aku tulis cerita yang aneh dan lucu ini. Soal bagaimana kemesraan Bu Soni dan suaminya selanjutnya, itu bukan urusan saya tetapi yang penting kelezatan liang kewanitaan Bu Soni sudah pernah aku rasakan.

Tamat





Memuaskan Bunga SMA

18 05 2009
Suatu siang aku jalan-jalan ke pusat perbelanjaan buat refresing…. ya.. liat-liat cewek cantik. Begitu aku lagi liat kiri kanan.. eee.. tak taunya seseorang menubrukku. Wanita ini sepertinya habis belanja banyak dan tergesa-gesa hingga tak tahunya menubruk orang.

Begitu bertabrakan… aku langsung membantu memberesi barang-barangnya yang berserakan. Tak lupa kuucapkan permintaan maafku padanya karena tak sengaja menabraknya…. walau sebenarnya dialah yang harus minta maaf padaku.

“Maaf.. mbak… nggak sengaja nih…” kataku padanya.

“Ya… nggak apa-apa lagi…. oya.. kamu Andy kan….” katanya padaku.

“Iya.. saya Andy…. dan mbak siapa ya… kok tahu nama saya”

“Kamu nggak ingat sama aku ya… teman SMA kamu… yang suka jahilin kamu….” katanya padaku.

“Siapa ya…. eeeee…. maaf … Rani ya…. Si Bunga SMA“

“Tepat sekali…. tapi tadi kok kamu manggil aku mbak seh…”

“Maaf deh…. abis aku nggak tau siapa kamu..”

“Kenapa.. lupa ya sama aku…. atau emang udah dilupain ya…”

“Ya.. gimana ya.. kamu cantik banget.. beda dengan yang dulu..” kataku sedikit memujinya.

“Ahk kamu…. biasa aja kok…” katanya sambil tersipu malu.

“Oh ya…. kita ke kafe yuk.. buat ngerayain pertemuan kita ini…”

“Ok deh… tapi kamu yang traktir aku ya… abis aku lagi bokek nih” kataku padanya.

“Ya.. nggak masalah lagi….”

Aku dan Rani pergi ke kafe langganannya Rani. Sampai disana kami memilih meja yang paling pojok. Suasana di dalam kafe ini sangat sejuk dan nyaman… membuat orang yang berada didalamnya betah untuk duduk berlama-lama.

“Gimana kabar kamu sekarang Andy….. udah berkeluarga ya…” tanya Rani padaku.

“Aku seh baik-baik aja…. masih sendiri lagi…. masih kepengen bebas”

“Kalau kamu gimana…. udah berkeluarga ya….” tanyaku padanya.

“Aku udah married…. udah 3 tahun”

“Asyik dunk…. trus suami kamu mana… kok pergi sendirian…. nggak takut digodain sama lelaki iseng”

“Ah kamu.. biasa aja lagi…. laki aku lagi ke LN… urusan bisnis katanya” “Eh… ayo makan.. kok di diamin aja nih”

Kamipun akhirnya menyantap hidangan yang telah tersedia. Habis makan, kami jalan-jalan dan pulang kerumah masing-masing

Beberapa hari kemudian…. Rani mengirim SMS ke HP-ku…. isinya mengajak aku untuk main ke rumahnya. SMS-nya kubalas…. dan aku tanyakan dimana alamat rumahnya. Beberapa menit kemudian, Rani membalas SMS-ku dan menyebutkan alamat rumahnya.

Aku berangkat ke rumah Rani… si bunga SMA. Tak lama kemudian aku sampai di depan rumah mewah. Kubaca kembali alamat yang diberikan oleh Rani dan kucocokkan dengan nomor rumah yang tertera didepan pintu.

Pass… memang benar ini rumahnya. Kutekan bel yang ada didepanku. Beberapa saat kemudian pintu pagar terbuka dengan sendirinya. Aku masuk, pintu pagarpun ikut tertutup dengan sendirinya. Aku berjalan menuju teras depan dan Rani telah menungguku disana.

“Hii..gimana kabar kamu sekarang….” sapanya padaku.

“Baik saja nih…. kamu gimana… kok sepi amat seh… pada kemana nih”

“Iya nih… nggak ada siapa-siapa nih dirumah… jadi kesepian makanya aku undang kamu kesini buat nemenin aku…”

“Nggak salah nih ntar suami kamu marah lagi”

“Ah.. nggak apa-apa lagi…. dia lagi di LN sekarang nih…”

“Yuk.. masuk…. kita ngobrol di dalam aja deh”

Kamipun masuk kedalam rumahnya Rani. Wah…. benar-benar mewah nih rumah..semua perabotannya sangat mengagumkan.

“Mari.. silahkan duduk…. jangan malu-malu.. anggap saja seperti rumah sendiri”

“Thank’s….”dan akupun duduk

“Oya.. mau minum apa nih…. panas, dingin atau yang hangat..” kata si Nyonya rumah.

“Jadi bingung nih..milihnya …” kataku padanya.

“Ya…kalau yang panas… teh sama kopi, trus kalau mau yang dingin.. ada soft drink..” balas si Rani.

“Trus kalau aku milih yang hangat gimana” tanyaku lagi.

“Ya… ada deh…” kata Rani sedikit genit.

“Ok deh… kalau gitu.. aku minta yang hangat aja deh” kataku coba menggodanya.

“Ah.. kamu ini bisa aja…. ntar kalau aku kasih kamu nggak susah nanti”

“Ya..tergantung yang ngasih dunk…”

Rani bangkit dari duduknya ….

”Bentar ya …aku ke belakang dulu”

Ia pergi meninggalkanku diruang tamu yang mewah itu. Rani kembali lagi ke ruang tamu dengan membawa dua gelas jus orange. Dia meletakkannya di atas meja.

“Lho..tadi katanya yang hangat.. kok yang itu seh” kataku padanya.

“Yang hangat ntar…. so pasti aku kasih deh”

Akupun duduk kembali.

“Ran…rumah kamu bagus banget deh…. semuanya kamu punya… so pasti kamu bahagia dong dengan suami kamu….”

“Ah ..siapa bilang.. dari luarnya saja aku keliatan bahagia” katanya mulai serius.

“Memang semuanya aku punya tapi khan itu nggak menjamin aku bahagia”

“Bayangin aja deh.. dalam satu bulan palingan suamiku 3 hari ada dirumah”

“Selebihnya ..ya kesana kemari.. ngurusin bisnis keluarganya yang segudang itu…jadi kamu bisa bayangin deh.. betapa aku sangat kesepian..”

Rani mulai menceritakan semua keluhan yang ada dalam dirinya. Kucoba memahami setiap jalan ceritanya sambil sesekali mataku nakal melirik bagian tubuhnya yang sangat menggairahkan sekali.

Saat itu,Rani mengenakan kaos yang cukup ketat sekali sehingga mencetak seluruh lekuk tubuhnya yang sangat indah itu. Dibalik kaos ketat lengan pendek itu sepertinya Rani tak mengenakan Bra itu terlihat dari tonjolan kecil dipuncak dadanya yang padat dan berisi. Perlahan terasa sesuatu bergerak nakal dari balik celana yang kukenakan.

Rani bangkit dari duduknya dan pindah disampingku. Tercium bau harum parfumnya yang sangat mengundang gairah.

“Ndy.. aku kangen banget deh sama kamu….” katanya padaku.

“Oya…”kataku padanya.

“Iya nih…. apalagi sama…….” katanya terputus.

“Sama apa seh Ran…..”

“Sama….. sama ini nih….” katanya sambil meletakkan tangannya diatas gundukan batang kejantananku.

Kontan saja aku terkejut mendengar penuturannya yang begitu spontan walau sebenarnya aku juga menginginkannya.

Karena tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku, Rani tak memindahkan tangannya dari atas selangkanganku.. malah sebaliknya dia mengelus pelan batang kejantananku yang masih tersembunyi dibalik celana panjang yang kukenakan.

Perlahan mukaku dan muka Rani makin mendekat. Rani memejamkan matanya sambil merekahkan bibirnya padaku. Kukecup bibirnya yang merah itu. Mulutku bermain dimulutnya yang mungil dan seksi. Sesekali lidahku berpilin dengan lidahnya. Rani sangat bergairah sekali menyambut ciuman bibirku dibibirnya.

Sementara itu tanganku tak tinggal diam. Kucoba meraba dua bukit kembar yang tumbuh didadanya. Begitu hangat, padat dan berisi. Terasa sangat halus sekali kulit dadanya Rani. Dua puncak dadanya yang mulai mengeras tak luput dari remasan tanganku. Dan tangan Rani semakin liar bergerilya diatas gundukan batang kejantananku yang mulai mengeras.

Rani beranjak dari tempat duduknya. Perlahan ia mulai membuka satu persatu pakaian yang melekat ditubuhnya. Hingga akhirnya tak sehelai benangpun yang menempel ditubuhnya. Kuperhatikan tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Begitu sangat sempurna sekali. Dua gundukan bulat menggantung didadanya ditambah dengan bukit kecil yang ditumbuhi bulu hitam yang lebat menandakan kalau Rani type wanita haus seks.

Rani kembali duduk bersimpuh dihadapanku. Kali ini ia mulai membuka celana panjang yang masih kukenakan. Begitu celanaku terbuka.. nongollah batang kejantananku yang mulai mengeras dibalik celana dalamku. Namun tak berselang lama celana dalamku pun telah terbuka dan tinggallah penisku yang tegak bak torpedo yang siap meluncur.

Tangannya yang halus itu mulai membelai batang kejantananku. Lama kelamaan ukurannya makin membesar. Rani mulai menjilat ujung kepala penisku. Mulutnya yang mungil itu menjilati permukaan kulit batang kejantananku hingga sampai kedua buah biji pelerku. Beberapa saat lamanya Rani menikmati batang kejantananku dengam ciuman-ciuman yang sangat menggetarkan persendianku. Sementara kedua tanganku meremasi kepalanya. Hingga sesuatu terasa berdenyut dibatang kejantananku. Sesuatu yang ingin muncrat dari ujung kepala penisku. Aku semakin kuat menjambak rambutnya Rani dan menekannya kedalam hingga ujung kepala penisku menyentuh ujung tenggorokannya.

“Akhhh..Ran.. aku mau keluar nih” erangku padanya.

Beberapa detik kemudian spermaku tumpah didalam mulutnya Rani. Tanpa merasa jijik sedikitpun Rani menelan setiap tetes spermaku. Dan sambil tersenyum. Rani menjilati sisa-sisa sperma yang masih tersisa dibatang kemaluanku.

Beberapa saat kamipun istirahat setelah aku mencapai orgasme yang pertama. Kemudian aku berdiri dan mengangkat tubuh montok Rani dan merebahkannya diatas sofa yang empuk. Kini tiba saatnya bagiku untuk memulai babak permainan berikutnya. Aku membuka kedua kaki Rani lebar-lebar. Kudekatkan wajahku kepermukaan perutnya yang datar. Dengan penuh nafsu aku menjilati setiap permuakaan kulit perutnya yang halus itu. Rani menggelinjang hebat merasakan jilatan bibirku dipermukaan kulit perutnya yang ramping.

Rani merasakan dirinya seolah terbang ke sorga kenikmatan saat ujung-ujung lidahku mengelitik organ-organ sensitifnya. Ia melupakan sejenak bayangan suaminya yang saat ini sedang berada diluar negri. Baginya, kenikmatan yang kuberikan padanya tak ada bandingnya dengan limpahan materi yang diberikan oleh suaminya. Desahan, erangan dan jeritan Rani makin menbuatku bersemangat menusuk-nusuk permukaan Vaginanya dengan ujung lidahku.

“Sayang…. cepet dunk masukin punyamu ke memek aku…. udah nggak kuat nih” rengeknya padaku.

Akupun memenuhi permintaan Rani yang sudah tidak tahan menunggu batang kejantananku yang tegang dan mengeras untuk masuk kedalam vaginanya Rani.

Aku memegang batang kejantananku dan mengocoknya sebentar kemudian mengarahkannya ke lubang vagina Rani.

Aku mulai maju mendorong pantatnya Rani. Beberapa kali kucoba selalu meleset. Mungkin karena ukuran senjataku yang cukup besar hingga sulit untuk menembus lubang vaginanya yang rapet. Namun setelah beberapa kali mencoba, akhirnya batang kejantananku masuk menembus lubang memeknya Rani. Tanpa membuang waktu lagi, kugerakkan pantatku maju mundur menusuk memeknya Rani. Dengan penuh nafsu, Rani menikmati gerakan penisku yang maju mundur menusuk vaginanya. Desiran dan desahan beriringan keluar dari mulutnya yang mungil itu. Rani mengimbangi gerakanku dengan memaju mundurkan pantatnya yang bahenol itu.

Sekitar tiga puluh menit berlalu, Rani merasakan akan mencapai klimaks. Rani mengangkat pantatnya dan menggelinjang hebat. Wajahnya berubah ganas, matanya mendelik saat puncak kenikmatan itu datang. Aku tahu kalau Rani akan mencapai klimaknya. Kupercepat gerakan pantatku menusuk vaginanya sampai akhirnya puncak kenikmatannya datang. Rani mendekap erat tubuhku, vaginanya berkedut-kedut menjepit batang kejantananku. Cairan hangat dan kental merembesi dinding vaginanya. Orgasme yang beruntun telah dialami Rani si bunga SMA.

Untuk beberapa saat.. kubiarkan Rani menikmati sisa-sisa orgasmenya  sebelum kami melanjutkan permainan yang berikutnya. Perlahan Rani bangkit dari tidurnya dan duduk diatas sofa empuk itu. Akupun duduk di sampingnya. Tanganku singgah digundukan vagina yang ditumbuhi rambut halus itu. Kubelai perlahan untuk membangkitkan kembali gairah wanita cantik yang ada disampingku ini. Perlahan terdengar desahan lembut dari mulut Rani. Sementara itu mulutku tak lepas dari dua puncak mungil di dadanya.

Merasa sudah tepat saatnya bagiku untuk menuntaskan permainan ini… kuangkat Rani dan kududukkan ia diatas pahaku. Posisinya kini tepat berada diatas pangkuanku, sehingga dua buah dadanya yang padat membusung tepat berada didepan mulutku. Kugosok-gosok ujung penisku kemulut vaginanya. Kutekan ujung penisku hingga amblas masuk kedalam vaginanya. Kudiamkan perlahan, kunikmati beberapa saat kontolku bersarang dalam memeknya Rani.

Perlahan kugerakkan pantatku naik turun menusuk lubang kemaluannya Rani. Gerakanku makin lama semakin cepat membuat tubuh Rani bergoyang-goyang diatas pangkuanku. Terdengar erangan kenikmatan dari mulut Rani. Beberapa kali ia harus memekik kecil tatkala penisku yang makin membesar menyentuh ujung rahimnya. Sementara dua buah gundukan didadanya bergoyang-goyang tak karuan. Kedua tanganku meraih dua gundukan itu dan meremasnya perlahan.

Beberapa menit kemudian terasa sesuatu menyesak dalam batang kejantananku. Mungkin tiba saatmya bagiku untuk orgasme. Dengan diiringi desahan panjang secara bersamaan, aku dan Rani mencapai orgasme. Kusemprotkan spermaku yang hangat didalan vagina Rani. Beberapa saat kemudian Ranipun menyusul. Cairan hangat merembesi dinding vaginanya yang hangat itu. Aku mencabut batang kejantananku dari dalam vaginanya Rani.

Dengan cepat Rani jongkok diselangkanagnku dan menjilat sisa-sisa sperma yang masih menempel dipenisku.

Sesaat kemudian Rani tersenyum padaku. Senyum penuh kepuasan… yang tak pernah ia dapatkan dari suaminya tersayang. Aku bangkit dan mengenakan kembali pakaianku. Kulihat jam ditanganku sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Akupun pamit pada Rani.

Namun sebelum aku pergi meninggalkam rumah Rani, ia memberikan sesuatu buatku sebagai hadiah. Sebuah handphone terbaru dan motor besar. Semula aku menolak pemberiannya namun ia berharap sekali aku menerima pemberiannya itu. Demi menghibur hatinya Rani, kuterima hadiah yang bagiku cukup besar sekali. Kupergi meninggalkan Rani dengan membawa handphone dan sebuah motor besar. Hadiah yang mungkin lebih kecil jika dibandingkan dengan kenikmatan seks yang kudapatkan hari ini dan bahkan akan kudapatkan hari-hari berikutnya bersama wanita cantik yang pernah menjadi Bunga SMA.





Di foto dan disetubuhi keponakanku

18 05 2009

Namaku Ida. Usiaku adalah 34 tahun. Walaupun aku bukan termasuk cewek yang cantik, teman-temanku sering mengatakan kalau aku ini termasuk cewek yang menarik. Rambutku lurus berwarna hitam dengan panjang mencapai punggungku. Tubuhku yang sedikit berisi menyebabkan payudaraku menyesuaikan diri sehingga aku mengenakan bra nomor 36B untuk membungkus kedua payudaraku itu. Vaginaku dihiasi oleh bulu-bulu yang indah walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak. Aku tinggal sendirian di rumahku yang terletak di kota Surabaya ini karena sampai saat ini aku masih belum menikah. Walaupun demikian, kehidupan seks yang aku jalani sangat indah karena aku selalu mendapatkan cara untuk memuaskan hasratku.

Pada suatu hari Minggu siang minggu ke tiga bulan September 2007, aku di telepon oleh keponakanku yang bernama Alex saat aku sedang membaca. Usianya 16 tahun dan berwajah lumayan tampan.

“Halo, tante Ida .. ?”, katanya dari seberang telepon.

“Iya, siapa ini..?”, tanyaku.

“Alex, tante..”

“Oh.. kenapa, Lex?”

“Tante, kalau boleh Alex mau minta bantuan tante.”

“Bantuan apa ?”

“Boleh tidak kalau tante jadi model untuk Alex foto ?”

“Buat apa kamu foto-foto tante?”

“Cuma iseng aja kok ..”

Aku mengerti dengan keinginannya ini. Alex sedang menekuni hobi fotografi sehingga tentu saja dia mencari-cari apa saja yang bisa di foto olehnya.

“Boleh saja..”, kataku.

“Terima kasih tante. Saya akan datang sebentar lagi. Kira-kira 10 menit lagi sampai. Kita foto-foto di rumah tante saja.”

“Oke, kalau gitu. Tante tunggu, ya…”

Aku menutup telepon itu dan segera menuju ke kamar tidurku untuk mengambil pakaian agar aku dapat menutupi tubuhku yang saat ini hanya sedang memakai celana dalam berwarna putih saja. Jika aku sendirian di rumah, aku memang biasanya selalu dalam keadaan setengah telanjang atau telanjang bulat. Bila ada yang hendak datang, baru aku mencari pakaian untuk menutupi tubuhku itu. Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak aku berumur 27 tahun yaitu sejak aku tinggal sendirian di rumah itu.

Di dalam kamar tidurku, aku tidak langsung menuju lemari pakaian. Aku memutuskan untuk membubuhkan sedikit make up ke wajahku sebab Alex akan memakaiku sebagai model untuk fotonya dan aku ingin tampil sedikit menarik di depan kameranya. Setelah selesai memakai make up, dari dalam lemari pakaian aku mengambil sebuah rok terusan tanpa lengan berwarna putih dengan strip biru yang panjangnya sedikit di atas lututku. Tanpa memakai bra lagi, aku segera memakai rok itu dan merapikannya sebelum akhirnya aku mengikatkan ikat pinggang putih yang menjadi bagian dari rok itu.

Baru saja saat aku selesai mengenakan pakaianku, aku mendengar bel pintu berbunyi. Dengan melangkah sedikit cepat, aku keluar dari kamar tidurku dan segera menuju pintu depan untuk membuka pintu. Rupanya Alex sudah tiba di rumahku.

“Halo tante.. Tante kelihatan cantik“, katanya sambil tersenyum.

“Tentu saja. Kan mau jadi model.. ayo, masuk.. ”, kataku sambil tersenyum pula.

Alex segera melangkah masuk ke rumahku. Aku segera menutup pintu depan dan kemudian mengajaknya ke ruang tengah. Sesampainya kami di ruang itu, Alex berkata,

“Kita bisa mulai tante ?”

“Oh, bisa saja .. kamu mau di mana ?”, tanyaku.

“Bagaimana kalau di teman belakang rumah tante ?”

“Ok..”

Kami kemudian menuju ke taman belakang rumahku. Taman belakang rumahku termasuk cukup luas dan memiliki tatanan yang cukup bagus serta dikelilingi oleh pagar tembok yang cukup tinggi sehingga tidak ada orang yang bisa melihat ke dalam tamanku ini. Sesampainya kami di taman ini, Alex mulai mengeluarkan kamera digitalnya dan memulai kegiatannya. Alex bertindak sebagai fotografer sekaligus pengarah gaya. Setelah beberapa lama, akhirnya kami hampir selesai.

“Tante, ini foto yang terakhir. Aku minta tante berdiri membelakangiku. Saat aku memberikan aba-aba, tolong tante berputar menghadapku. Tolong jangan berputar terlalu cepat. Biasa saja.. “, katanya.

Aku melakukan apa yang seperti dia katakan dan dia menjepretku. Akhirnya kegiatan kami sudah selesai dan kami tinggal melihat hasilnya. Alex segera memindahkan foto-foto tersebut dari memory card ke dalam laptop yang dibawanya. Setelah selesai, aku dan Alex bersama-sama memeriksa hasil fotonya. Foto yang terakhir membuatku agak terkejut, sebab di dalam foto itu terlihat bahwa ternyata saat aku berputar, rokku tersibak dan celana dalamku yang berwarna putih terlihat dengan jelas.

Selain itu, tanpa aku sadari ternyata bagian dada dari bajuku menjadi longgar karena beberapa kali bergaya sehingga sebagian payudaraku terlihat tidak tertutup, bahkan puting payudaraku terlihat samar-samar dari baliknya. Saat aku melihat keponakanku, wajahnya terlihat datar saja. Rupanya dia sudah tahu kalau hasilnya bakal begini.

“Foto ini paling bagus”, katanya.

“Tapi celana dalam tante kelihatan ..”, kataku.

“Justru di sini bagusnya. Tante kelihatan seksi sekali..”

Aku tersenyum saja. Walaupun sedikit merasa malu, aku menyukai fotoku yang terakhir itu juga.

“Lex, tante minta copy dari file gambar yang terakhir ini..”, katak.

“Oke..”, katanya.

Setelah kegiatan kami berakhir, Alex tidak langsung pulang. Kami kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa untuk berbincang-bincang. Selama berbincang-bincang, Alex terus menatap bagian dadaku yang sejak tadi menampakan sebagian payudaraku seperti di dalam foto karena aku lupa untuk membetulkannya. Saat aku menyadari hal itu, aku tidak berusaha untuk menutupinya. Ada perasaan senang yang menjalari tubuhku. Setelah beberapa lama, akhirnya aku berkata,

“Lex, kenapa melihat dada tante terus ?” Alex sedikit terkejut.

Dia menoleh ke tempat lain sambil menjawab,

“Ngak ada apa-apa, kok tante..”

Aku tersenyum melihat tingkahnya. Aku sangat suka kalau dia melihatku seperti itu.

“Lex, kalau kamu suka, kamu boleh melihatnya lagi kok”, kataku.

Tanpa menunggu tanggapan dari Alex, aku melebarkan bagian dada bajuku sehingga kali ini kedua payudaraku dapat terlihat dengan jelas. Alex yang mendapat pemandangan seperti itu segera saja melotot dan melahap kedua payudaraku dengan pandangan yang penuh minat. Aku yang melihatnya seperti itu tersenyum dan membiarkan Alex untuk menjelajahi dadaku dengan pandangannya. Akhirnya Alex menjadi tidak tahan. Dia bertanya kepadaku,

“Tante, bolehkah Alex memegangnya?”

Aku mengangguk sambil tersenyum.Tanpa membuang waktu lagi, Alex segera menggapai kedua payudaraku dengan tangannya dan mulai meremas-remas serta mempermainkan putingnya. Kontan saja aku menjadi terangsang. Kubaringkan tubuhku ke atas sofa dan kupejamkan mataku untuk menikmati sensasinya. Setelah agak lama, tanpa permisi lagi Alex mulai menciumi dan menjilati kedua payudaraku. Aku terus saja memejamkan mata dan menikmati setiap rangsangan di payudaraku. Tubuhku ikut memberikan reaksi terhadap rangsangan itu. Aku merasakan cairan kewanitaanku mulai mengalir dan membasahi vaginaku. Setelah beberapa lama, tanganku mulai membuka pakaian Alex.

Sambil terus menciumi dan menjilati kedua payudaraku, Alex membantuku membuka bajunya sehingga dalam sekejab Alex berada dalam keadaan telanjang bulat. Penisnya terlihat berdiri tegak karena sudah pasti dia juga dalam keadaan terangsang. Untuk sementara, dia melampiaskan nafsunya kepada kedua payudaraku. Aku tidak mau ketinggalan. Kujulurkan tanganku untuk menggapai penisnya. Setelah penisnya berada di dalam genggamanku, aku mulai memainkan penisnya pula. Setelah beberapa saat lamanya, Alex melepaskan bibirnya dari payudaraku dan berkata,

“Tante, kalau boleh aku juga ingin melihat memek tante”

Mendengar permintaannya ini aku segera berdiri dan mengangkat rokku dengan tanganku sehingga sekali lagi aku memamerkan celana dalam putihku kepadanya.

“Kamu buka sendiri celana dalam tante”, kataku.

Alex segera berjongkok di depanku dan dengan tangan yang agak gemetar meraih celana dalamku. Dengan perlahan-lahan namun pasti, celana dalamku melorot turun dan sedikit demi sedikit memperlihatkan rambut vaginaku sampai akhirnya keseluruhan vaginaku tidak lagi ditutupi oleh celana dalam putihku. Vaginaku terlihat sedikit basah oleh karena cairan kewanitaaanku.

Alex membiarkan celana dalam putihku tersangkut di bagian lututku dan mulai meraba vaginaku.

“Tante, ini indah sekali”, katanya sambil membelai rambut vaginaku dengan lembut.

Aku diam saja dan kembali merasakan rangsangan yang kali ini berpindah dari payudara ke vaginaku. Dengan jarinya, Alex menyodok-nyodok liang vaginaku sehingga jarinya dibasahi oleh cairan kewanitaanku. Setelah Alex menjilati jari-jarinya itu sampai semua cairan kewanitaanku yang menempel di jarinya habis, dia kembali menyodok-nyodokan jarinya di liang vaginaku lagi. Dia melakukan hal itu berkali-kali. Kelihatannya dia sangat menikmati cairan kewanitaanku. Sambil menusuk-nusuk liang vaginaku, jari-jarinya yang lain memainkan klitorisku. Rangsangan yang aku rasakan menjadi semakin hebat.

Di saat aku merasakan tubuhku menjadi semakin lemas, aku segera membaringkan diriku di atas sofa karena rangsangan menjadi semakin kuat. Tak henti-hentinya mulutku mendesah-desah karena merasa nikmat. Setelah puas meraba vaginaku, Alex mulai menciumi dan menjilati vaginaku. Kali ini rangsangan terasa semakin dahsyat. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mendesah dan meremas-remas kedua payudaraku sendiri sementara Alex terus saja menciumi dan menjilati vaginaku. Aku yang sudah dalam keadaan sangat terangsang akhirnya mulai tidak tahan.

“Lex, buka pakaian tante sampai tante telanjang bulat..”, kataku sambil mendesah-desah.

Alex tidak menjawab, tetapi tangannya mulai membuka ikat pinggang rokku dan tidak lama kemudian aku sudah berada dalam keadaan telanjang. Tidak lupa Alex meloloskan celana dalam putihku yang dari tadi tergantung di kedua lututku sehingga tidak ada selembar benangpun yang tersisa di tubuhku. Alex terdiam sejenak dan memandangi tubuhku yang dalam keadaan polos tanpa pakaian.

“Tante cantik sekali. Tubuh tante bagus dan sexy”, katanya.

Aku tersenyum dan berkata,

“Kalau kamu suka, kamu boleh menyetubuhi tante. Tante mau berhubungan intim dengan kamu, kok..”

Dengan tersenyum, Alex kemudian membuka kedua kakiku dan memposisikan penisnya di depan vaginaku. Dengan satu hentakan lembut, seluruh penisnya terbenam ke dalam vaginaku yang diikuti oleh teriakan tertahanku karena merasakan kenikmatan. Setelah itu, Alex mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga penisnya menyodok-nyodok di dalam lubang vaginaku. Cairan kewanitaanku turut memberikan andil dalam membantu penis Alex agar meluncur maju mundur dengan mudah dalam liang vaginaku ini. Kami berdua mendesah-desah karena nikmat. Dalam posisi ini, aku mengalami orgasme berkali-kali sambil diiringi erangan-erangan dari bibirku.

Setelah beberapa saat, Alex menarik penisnya dan memberikan isyarat agar aku menungging. Aku menurut saja. Kuputar badanku dan kutunggingkan pantatku di depannya. Sedetik kemudian, aku merasakan penisnya masuk kembali ke dalam liang vaginaku dan mulai menyodok-nyodok lagi. Rupanya Alex melakukan doggy style kali ini. Sekali lagi aku terjebak dalam dashyatnya kenikmatan berhubungan intim. Beberapa kali aku merasakan orgasme yang luar biasa sebelum akhirnya aku mendengar erangan kenikmatan dari bibir Alex yang disertai dengan semburan spermanya di dalam rahimku yang menandakan bahwa akhirnya Alex telah mencapai kenikmatan puncak pula.

Sperma Alex terasa hangat di dalam rahimku. Setelah menyemburkan spermanya, Alex mencabut penisnya. Aku merasa bahwa ada sedikit sperma yang meleleh keluar dari liang vaginaku dan membasahi vaginaku bagian luar saat penisnya tercabut. Segera saja aku menjulurkan jari-jariku ke vaginaku dan mengambil lelehan sperma yang mengalir turun. Setelah jari-jariku berlumuran sperma Alex, aku membersihkan jari-jariku dengan menjilat-jilat sperma yang melekatinya. Rasa sperma yang khas selalu membuat aku senang.

Setelah itu, aku membalikkan badanku yang dalam keadaan telanjang menghadapnya terlentang. Sisa sperma Alex yang sudah tinggal sedikit masih terlihat menempel di vaginaku bagian luar. Alex kemudian merebahkan dirinya di atas badanku dan memelukku. Aku segera membalas pelukannya. Sambil berpelukan dalam keadaan telajang bulat, kami saling berciuman bibir dengan mesra untuk beberapa saat lamanya. Perasaan yang nikmat masih tersisa di antara kami. Akhirnya setelah beberapa saat, kami memperoleh kekuatan kami kembali. Kami segera bangkit dari pembaringan dan mulai memunguti pakaian kami yang tercecer di mana-mana. Aku segera mengenakan kembali celana dalam putih dan rokku. Setelah selesai berpakaian, kami kembali duduk di sofa dan berbincang.

“Tante, tadi enak sekali. Tante memang nikmat”, katanya.

Aku tersenyum saja dan lalu berkata,

“Kamu juga hebat. Kamu belajar dari mana ? Usiamu kan baru 16 tahun, tapi kok kayaknya kamu sudah sering melakukan hubungan seks?”

“Ah, tante. Alex ini sudah sering melakukannya sama mama di rumah..”

Aku sangat terkejut mendengarnya. Rupanya selain aku, kakakku juga melakukan incest dengan anaknya sendiri. Tapi hal ini membuat aku sedikit lega sebab setidaknya kakakku tidak akan mempermasalahkan hubungan seksku dengan anaknya bila dia sendiri juga melakukannya.

“Terus, mana yang lebih enak? Mamamu atau tante ini?”

Alex tersenyum sambil berkata,

“Kalian berdua sama-sama enak, kok.. tapi kalau disuruh memilih, Alex masih lebih suka melakukannya dengan tante soalnya tante lebih cantik dari mama, sih..”

“Apa kamu sering melakukan dengan mamamu?”

“Kalau papa ngak ada di rumah aja”

Aku diam saja kali ini. Beberapa saat kemudian Alex berkata,

“Tante, Alex mau pamit.”

“Sudah mau pulang ?”

“Iya, tante.”

“Ya, sudah kalau gitu. Hati-hati di jalan, ya..”

“Ok.. Oh ya, lain kali Alex masih boleh memotret tante?”

Aku mengangguk sambil tersenyum.

“Tentu saja, kalau mau pose yang agak nakal tante bersedia kok”, kataku.

“Bayarannya pakai ‘itu’ ya..”

Kali ini aku tertawa.

“Apa saja, deh..”

Alex melangkah pergi sambil melambaikan tangannya. Aku membalas lambaiannya dan memandang dia mengendarai mobilnya sampai menghilang dari pandanganku sebelum akhirnya aku menutup pintu rumahku dan menguncinya. Hari ini merupakan hari yang sungguh menggembirakan bagiku karena aku memperoleh satu cara lagi untuk memuaskan hasratku.





Aku Tergoda Tante Girang Mona

15 05 2009

Kali ini tentang pengalamanku (panggil aku Setio 32 tahun) selingkuh dengan wanita paruh baya bernama Tante Mona yang sudah berumur 42 tahun, sebenarnya saya sudah menikah namun sampai usia 4 tahun pernikahan saya belum juga di karuniai anak.

Karena cintaku pada istriku, tidak ada niat untukku berselingkuh, tapi sejak perkenalanku dengan wanita itu, aku tergoda untuk selingkuh. Perkenalanku dengan wanita itu berawal 2 tahun yang lalu, saat kakak istriku mau menikah, kami mengunjungi rumah calon mempelai wanita untuk melamar, aku melihat seorang wanita berumur kira-kira 40 tahunan yang kutahu dia adalah istri dari pamannya calon pengantin wanita, dan kutahu kemudian namanya Tante Mona, karena kami sama-sama panitia perkawinan iparku.

Awalnya kuanggap biasa perkenalan ini, tetapi pada waktu hari perkawinan iparku, aku terpana melihat kecantikan Tante Mona yang memakai baju kebaya bordiran, sehingga lekuk tubuh dan bentuk payudaranya terbayang ditutupi kemben (pakaian kain Jawa) hitam yang membuatku ingin sekali melirik kemana perginya Tante Mona dan membayangkannya di saat Tante Mona telanjang.

Setelah acara pernikahan itu selesai, otomatis kami jarang sekali bertemu, karena Tante Mona harus menemani suaminya yang tugas di Surabaya. Hampir satu tahun lamanya aku ingin melupakan dirinya, tetapi ketika iparku memiliki anak, aku bertemu lagi dengan Tante Mona pada waktu menengok bayi. Saat itu Tante Mona mengenakan baju dan jeans ketat, sehingga lekuk tubuhnya membayangi lagi pikiranku yang terbawa hingga kutidur.

Sebulan kemudian, ketika acara syukuran bayi iparku, Tante Mona datang dengan suaminya dan ibunya Tante Mona yang duduk di kursi roda akibat sakit stroke yang katanya sudah 4 tahun diderita. Dan dari iparku, kuketahui Tante Mona sekarang satu bulan di Jakarta untuk menjaga ibunya dan satu minggu menemani suaminya di Surabaya.

Seminggu setelah itu, temanku datang ke rumah untuk menawarkan bisnis “MLM” berbasis food suplement yang dapat membuat beberapa penyakit sembuh. Langsung pikiranku tertuju kepada ibunya Tante Mona. Setelah dapat nomor telpon Tante Mona dari iparku, aku langsung menghubunginya. Setelah obrolan kami, Tante Mona setuju untuk mencobanya terlebih dahulu.

Keesokan harinya, ketika aku mengantar obat itu, aku berharap bisa ketemu Tante Mona, tapi karena ibunya sedang anval, otomatis aku hanya bertemu pembantunya.

Satu minggu kemudian, tiba-tiba HP-ku berdering, sebenarnya aku malas menerimanya karena nomor yang tertera tidak kukenal, tapi dengan agak malas kuterima juga telpon itu yang rupanya dari Tante Mona.

“Dik.. Setio, ya..? Disini Tante Mona.”

“Eh.. iya Tante.. apa khabar..?”

“Wah.., Dik.. tante senang loh kayaknya obat yang adik kirim buat ibu bagus sekali, ibu sekarang sudah nggak pakai kursi roda lagi.. kalau begitu tante pesan lagi yach..? Kapan bisa kirim..?”

“Selamet deh Tante.. eng.. kalau begitu besok siang deh.. Tante.. saya kirim ke rumah..!”

“Ya.. sudah.. sampai besok yach..!”

Keesokannya, pukul 11:00 aku ke rumah Tante Mona. Ketika sampai, aku disuruh menunggu oleh pembantunya di ruangan yang sepertinya ruang perpustakaan. Tidak lama kemudian Tante Mona muncul dari pintu yang lain dari tempat kumasuk ruangan itu. Saat itu Tante Mona mengenakan baju model jubah mandi yang panjang dengan tali di pinggangnya, dan mempersilakan aku duduk di sofa yang dia pun ikut duduk, sehingga kami berhadapan. Ketika dia duduk, satu kakinya disilangkan ke kaki yang lain, sehingga betisnya yang bunting padi dan putih bersih terlihat olehku, membuat pikiran kotorku kepada Tante Mona muncul lagi.

Kami mengobrol panjang lebar, Tante Mona menanyakan hal tentang perkawinanku yang sudah 4 tahun tetapi belum dikaruniai keturunan, sedangkan dia menceritakan bahwa sebenarnya Tante Mona menikah disaat suaminya telah mempunyai anak yang sekarang sudah kuliah. Setelah hampir satu jam kami mengobrol, Tante Mona mengatakan padaku bahwa ia senang kalau ibunya sudah agak membaik.

“Oh.. ya berapa nih harga obatnya..?”

“Ah.. sudah Tante, nggak usah, gratis kok, tujuan saya khan yang penting Ibu bisa baik.”

“Ah.. nggak lah Dik, Tante ambil dulu yach uangnya di kamar.”

Tante Mona berdiri dan masuk ke pintu tempat tadi dia datang, tapi pintu itu dibiarkannya terbuka, sehingga kulihat kalau kamar di sebelah ruang kududuk adalah kamar tidur Tante Mona. Dari dalam dia teriak ke arahku menanyakan harganya sambil memanggilku.

“Dik.. Setio, berapa sih harganya..? Kamu sini deh..!”

Dengan agak ragu karena perasaanku tidak enak masuk kamar orang lain, kuhampiri juga Tante Mona.

Begitu sampai di pintu, aku seperti melihat suatu mukjizat, dan tiba-tiba perasaanku terhadap Tante Mona yang pernah ada dalam pikiranku muncul. Tante Mona berdiri di samping tempat tidurnya dengan jubah yang dipakainya telah tergeletak di bawah kakinya. Aku melihat tanpa berkedip tubuh Tante Mona yang sedang berdiri telanjang dada dan pangkal pahanya tertutup celana dalam berwarna pink memperlihatkan sekumpulan bulu hitam di tengah-tengahnya.

“Dik, kalau kamu nggak mau dibayar sama uang, sama nafsu Tante Mona aja yach..? Kamu mau khan..?”

“E.. e.. eng.. bb.. boleh deh Tante..!”

Tiba-tiba kali ini aku bisa melihat Tante Mona yang setengah bugil dan memohon kepadaku untuk melayani nafsunya, kuhampiri dia sambil menutup pintu. Bentuk tubuh Tante Mona sungguh indah di mataku, kulitnya putih bersih, payudara yang berukuran 36B berdiri dengan tegaknya seakan menantangku, lekukan paha dan kaki jenjangnya yang indah dan betisnya yang bunting padi, persis bentuk tubuhnya penyanyi Jennifer Lopez. Aku seakan tidak bisa menelan ludahku karena Tante Mona sekarang tepat berdiri di depanku.

“Dik.. Setio, layani Tante yach..! Soalnya sudah dua bulan Tante tidak dijamah Om..”

“Iya.. Tante, ta.. tapi.. kalau anak-anak Tante datang gimana..?”

“Anak-anak kalau pulang jam 5:00 sore, lagi itu kan anak-anaknya Om.”

“Ok.. deh Tante, Tante tau nggak, kalau hal ini sudah saya impikan sejak pernikahan Desi, soalnya Tante seksi banget sih waktu itu.”

“Sekarang.. sudah nggak seksi dong..?”

“Oh.. masih.. apa lagi sekarang, Tante kelihatan lebih seksi.”

Bibir tipisnya mencium bibirku dengan hangat, sesekali lidahnya dimainkan di mulutku, aku pun membalasnya dengan lidahku. Tangan lembutnya mulai melepaskan dasi dan bajuku hingga kami sudah telanjang bagian atasnya. Dada bidangku mulai diciumi dengan nafsunya, sementara lehernya dan pundaknya kuciumi. Wangi tubuhnya membuat nafsuku juga meningkat, sehingga batangku mulai mengeras mendesak celana dalamku. Tangannya mengelus celanaku di bagian batangku yang sudah mengeras, sedangkan aku mulai memainkan mulutku di payudaranya yang terbungkus kulit putih bersih, putingnya yang putih kemerahan sudah jadi bulan-bulanan lidah dan gigiku, kugigit dan kusedot, sehingga Tante Mona mengelinjang dan makin keras tangannya mencengkram batangku.

Celana panjangku mulai dibuka dengan tangan kirinya, lalu celana dalamku ditarik turun sehingga batangku sudah dipegang tangan halusnya dan mulai mengocok batangku.

“Dik.. batangmu besar sekali yach..? Kalau punya Om paling setengahnya aja, berapa sih besarnya..?”

“Kalau panjangnya 20 cm, kalau diameternya 4 cm.”

“Wah.. gede banget yach.. pasti Tante puas deh.., boleh Tante isap nggak..”

Aku hanya mengangguk, Tante Mona langsung jongkok di hadapanku, batangku dipegangnya lalu dimainkan lidahnya pada kepala batangku, membuatku agak gelisah keenakan. Batangku yang besar berusaha dimasukkan ke dalam mulut mungilnya, tetapi tidak bisa, akhirnya kepala batangku digigit mulut mungilnya.

Kira-kira 15 menit, dia berdiri setelah kelelahan mengulum batangku, lalu dia merebahkan dirinya di sisi tempat tidur. Kali ini aku yang jongkok tepat di sisi kedua kakinya, tangan kananku melepaskan celana dalam pinknya, saat itu juga aroma wangi langsung bertebaran di ruangan yang rupanya aroma itu adalah aroma dari vagina Tante Mona yang bentuknya sangat indah ditutupi bulu-bulu halus di sekitar liang vaginanya.

“Ah.. Tante Mon.. vagina Tante harum sekali, boleh saya jilatin..?”

“Ah.. jangan Dik.. kamu nggak jijik, soalnya si Om nggak pernah menjilatinya.”

“Wah.. payah si Om.. vagina itu paling enak kalau dijilatin, mau yach.. Tante.. enak.. kok..!”

“Iya deh.. kalau kamu nggak jijik.”

Paha putihnya sudah kuusap lembut dengan tangan kiriku, sementara jari tengah tangan kananku mulai menjamah liang vaginanya.

Kulihat Tante Mona melirik ke arahku sambil berkata,

“Dik.. jilatnya yang enak yah..!”

Aku hanya mengangguk sambil mulai kutempelkan lidahku pada liang vaginanya yang rupanya selain wangi rasanya pun agak manis, membuatku semakin bernafsu untuk menjilatinya, sementara kulirik Tante Mona sedang merasakan geli-geli keenakan.

“Ah.. ah.. ssh.. argh.. iya.. yach.. Dik.. enak deh rasanya.. wah kalau gini.. besok-besok mainnya sama Dik Setio aja deh.. sama Om.. ntar-ntar deh.. abis.. enak.. banget.. sih.. Dik Setio mau khan..? Ah.. argh..!”

Aku tidak menjawab karena lidahku sudah menemukan biji klitoris yang rasanya lebih manis lagi dari liangnya, sehingga makin cepat kujilati. Rasa manisnya seakan-akan tidak pernah hilang. Tante Mona semakin menggelinjang tidak karuan, sementara tangannya menekan kepalaku yang seakan dia tidak mau kalau kulepaskan lidahku dari biji klitorisnya. Hampir 30 menit klitoris manis itu kujilati ketika tiba-tiba tubuh Tante Mona mengejang-ngejang, dan dari klitoris itu mengalir deras cairan putih bersih, kental dan rasanya lebih manis dari biji klitoris, sehingga dengan cepat kutangkap dengan lidahku, lalu kutelan cairan itu sampai habis. Tante Mona pun mendesah dan langsung tubuhnya lemas.

“Argh.. argh.. agh.. ssh.. sshh.. eegh.. eegh.. Dik.. Setio.. enak.. buangget.. deh.. kamu.. pintar.. membuat.. Tante.. keluar.. yang belum pernah Tante.. keluarin dengan cara begini.. kamu.. hebat deh, agh.. agh..!”

Kuubah posisi Tante Mona, kali ini kakinya terjuntai ke bawah, lalu kuposisikan batangku tepat di liang kemaluannya yang masih agak basah. Dengan jariku, kurenggangkan liang vaginanya, lalu dengan sedikit hentakan, batang kejantananku kudorong masuk, tapi agaknya vagina itu masih agak sempit, mungkin karena batangku yang besar. Kucoba lagi hingga 5 kali tapi belum bisa masuk.

“Tante.. Vagina Tante.. sempit.. yach.. padahal saya sudah tekan berkali-kali..”

“Iya.. dik.. mungkin karena belum pernah melahirkan.. yach.. tapi tekan.. aja terus.. biar batang adik.. masuk.. nggak apa-apa kok.. kalau sampai vagina saya robek..”

Kucoba lagi batangku kutekan ke dalam vagina Tante Mona. Akhirnya setelah 15 kali, Tante Mona menjerit keenakan, masuklah batang kejantananku yang super besar itu merobek liang kewanitaannya.

“Ooowww.. argh.. argh.. gila.. hegk.. hegk.. gede.. banget.. sich.. Dik batangmu rasanya nembus ke perut Tante nich.. tapi.. enak.. banget dech.. trus.. Dik.. trus.. tekannya.. argh.. argh..!” desahnya tidak menentu.

Kulihat Tante Mona berceracau sambil dengan perutnya berusaha menahan batangku yang masuk lubang kenikmatannya. Kutekan keluar masuk batangku pada vaginanya berkali-kali, tangannya memegang perutku berusaha menahan tekanan batangku pada vaginanya. Tanganku mulai meremas-remas payudaranya, kupelintir putingnya dengan jariku.

Hampir satu jam Tante Mona melawan permainanku. Tiba-tiba tubuh Tante Mona menggelinjang dengan hebatnya, kakinya disepak-sepak seperti pemain bola dan keluarlah cairan dari vaginanya yang membasahi batangku yang masih terjepit di liang senggamanya. Cairan itu terus mengalir, sehingga meluber keluar membuat pahaku dan pahanya basah, tetapi aku belum merasakan apa-apa. Yang kukagetkan adalah ketika kulirik cairan yang mambasahi paha kami ada tetesan darahnya, aku berpikir bahwa selama ini Tante Mona pasti masih perawan walau sudah berkali-kali main dengan suaminya.

Kulihat tubuh Tante langsung tergolek loyo,

“Argh.. arghh.. ssh.. aawww.. oohh.. Dik Setio.. kamu.. e.. emang.. hebat..! Batangmu.. yahud. Aku benar-benar puas.. aku.. sudah.. keluar. Besok.. besok.. aku hanya.. mau.. memekku.. dihujam.. punyamu.. saja. Ah.. arghh.. ah.. ah.. ah.. ah..!”

Badan Tante Mona langsung kuputar hingga kali ini dia tengkurap, pantatnya yang dibungkus kulitnya yang putih bersih dengan bentuk yang padat dan sexy, membuat nafsuku bertambah besar. Kuangkat sedikit pantatnya supaya agak menungging dan terlihatlah vagina yang tersembunyi di balik badannya. Aku agak menunduk sedikit, sehingga memudahkan lidahku memainkan liang kemaluannya untuk menjilati sisa-sisa cairan yang baru saja dikeluarkan oleh Tante mona. Cairan itu sangat manis rasanya sehingga langsung kuhisap habis.

Setelah cairan itu habis, kutempelkan lagi batang keperkasaanku pada liang senggamanya. Karena tadi Tante Mona sudah orgasme, jadi liang kemaluannya sedikit lebih lebar dan memudahkanku dalam menekan batang kejantananku untuk masuk ke lubangnya Tante Mona.

“Jleb.. bless.. jleb.. bless.. ah.. ah.. sedapnya.. memek.. Tante.. deh.. ah..!”

Aku memasukkan batang kejantananku ke liang Tante Mona dengan berceracau, karena liang senggama Tante Mona sangat sedap sekali rasanya. Sementara kulihat Tante Mona tidak bersuara apa-apa, karena dia sudah tertidur lemas. Batang kejantananku keluar masuk liangnya dengan lembut, sehingga aku pun menikmatinya. Hal itu berlangsung satu jam lamanya. Tiba-tiba Tante Mona terbangun dan dia mengatakan bahwa dia mau mencapai orgasme yang kedua kalinya, dan meneteslah cairan kental lagi dari liang kewanitaan Tante mona yang membasahi batang kemaluanku.

“Agh.. agh.. aawww.. arghh.. sshh.. Dik.. Se.. Setio ka.. kamu memang.. he.. hebat..! Tante sampai dua.. kali.. keluar.., tapi.. kamu.. masih tegar.. argh.. sshh..!”

“Ah.. Tante.. saya juga sudah.. mau keluar.. saya.. mau.. keluarin.. di luar.. Tante.. agh..!”

“Jangan.. Dik Setio.. keluarin.. aja.. di dalam.. memek.. Tante.. Tante.. mau.. coba.. air.. mani.. Dik.. Setio. Siapa tahu nanti.. Tante bisa.. hamil.. Keluar di dalam.. yach.. Dik..!”

Tante Mona merengek meminta untuk air maniku harus dikeluarkan di dalam vaginanya, sebenarnya aku agak bingung atas permintaannya, tetapi setelah kupikir, aku dan Tante menginginkan seorang keturunan. Akhirnya kulepas cairan maniku ke liang senggamanya dengan sedikit pengharapan.

“Crot.. crot.. serr.. serr.. agh.. aghr.. agh.. Tante.. Tante Mona.. memek Tante memang.. luar biasa.. argh.. argh..!”

“Ahh.. ahh.. Dik.. air mani.. kamu.. hangat.. sekali.. ahh.. Tante.. jadi segar.. rasanya..!”

Cairanku dengan derasnya membasahi lubang kemaluan Tante Mona, sehingga agak meluber dan rupanya Tante Mona menyukai air maniku yang hangat. Akhirnya kami pun ambruk dan langsung tertidur berpelukan.

Aku terbangun dari tidurku ketika batangku sedang dihisap dan dijilat Tante Mona untuk mengeringkan sisa air maniku, jam pun sudah menunjukkan waktu 4:30. Aku berpikir bahwa hampir 3 jam aku dan Tante mona berburu nafsu birahi.

“Dik Setio, terima kasih yach..! Tante Mona puass deh sama permainan seks kamu.. Kamu lebih hebat dari suami saya. Kapan kita bisa main lagi..? Tante udah pingin main lagi deh..”

“Iya Tante, besok pun juga boleh. Habis saya juga puas. Tante bisa mewujudkan mimpi saya selama ini, yaitu menikmati tubuh Tante Mona dan Tante luar biasa melayani saya hampir tiga jam. Wahh, Tante memang luar biasaa..”

“Iya.., kamu pun hebat, Dik Setio. Saya suka sekali ketika batangmu menghujam memek saya. Terlebih air mani kamu, hanggatt.. sekali. Besok kita bisa main lagi khan..?”

“Iya.. sayangku. Sekarang kita bersih-bersih, nanti anak dan suamimu datang..!”

Kukecup bibir Tante Mona yang setelah itu kami membersihkan badan kami bersamaan. Di kamar mandi, Tante Mona sekali lagi kusodok liang senggamanya sewaktu bershower ria.

Setelah itu, hampir setiap hari aku bertemu Tante Mona untuk memburu nafsu birahi lagi. Hingga sekarang sudah berlangsung 3 bulan lebih lamanya, dan yang agak menyejukkan hati kami berdua bahwa sejak sebulan lalu, Tante Mona dinyatakan hamil.